Logo AJI (dok. AJI Medan)
JAKARTA (kabarkota.com) – Pasca Presiden RI, Joko Widodo mengumumkan adanya Warga Negara Indonesia (WNI) yang terjangkit virus Corona (Covid19), pemberitaan tentang isu tersebut dari berbagai sudut pandang semakin gencar di berbagai media massa.
Menyikapi perkembangan itu, Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Abdul Manan menyerukan tiga hal yang menjadi prinsip bagi jurnalis dalam melakukan peliputan maupun pemberitaan terkait isu Corona.
Pertama, kata Manan, media sepatutnya tidak membuka identitas terduga penderita Corona. Meskipun Kode Etik Jurnaslitik (KEJ) hanya memuat pasal soal korban kekerasan seksual atau pidana anak yang perlu disamarkan identitasnya. Namun tak berarti hanya pada dua soal itu saja media perlu menyamarkan identitasnya.
Menurutnya, KEJ meminta jurnalis menyamarkan identitas untuk dua kasus itu sebagai upaya untuk meminimailisir bahaya dari dampak media. Ini adalah satu dari empat prinsip penting dalam Kode Etik. Tiga prinsip penting lainnya adalah mencari kebenaran, bersikap independen, transparan dan bertanggung-jawab.
“Seperti itu juga yang seharusnya dilakukan media dalam soal identitas korban Corona ini,” tegas Manan dalam pernyataan tertulis yang diterima kabarkota.com, Selasa (3/3/2020).
Dengan adanya potensi nyata bahwa pelakunya akan mengalami penderitaan dan menghadapi bahaya, seperti menjadi korban perundungan, diasingkan, dan semacamnya saat identitas mereka dibuka, maka Manan berpendapat bahwa sepatutnya jurnalis dan media menyamarkan identitasnya dalam pemberitaannya.
Selain itu, riwayat kesehatan seseorang termasuk karena Corona itu juga merupakan informasi yang dikecualikan dalam Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), sehingga identitas pasien dan penyakitnya tak sepatutnya dibuka untuk umum.
Kedua, lanjut Manan, media perlu menonjolkan perannya dalam memberikan edukasi kepada publik, serta menjalankan fungsi kontrol sosial, dan bukan malah menakut-nakuti atau membuat publik lebih panik. Beberapa fungsi media yang diamanatkan oleh Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers adalah mendidik, menghibur, memberi informasi, dan kontrol sosial.
“Saat kita menghadapi wabah Corona seperti saat ini, maka fungsi mendidik itu bisa dilakukan dengan memberikan informasi tentang perkembangan terbaru kasus ini, jumlah korban, cara menghadapi penyebarannya, serta tips-tips bermanfaat lainnya agar publik bisa terhindari dari penyakit yang belum ada vaksin penangkalnya ini,” imbuhnya.
Manan berpandangan bahwa tak sepantasnya media mengekploitasi informasi yang bisa memicu kepanikan publik, seperti soal dugaan aksi borong warga untuk menimbun makanan karena khawatir akan kehabisan stok. Fungsi kontrol sosial media dilakukan dengan memastikan melalui pemberitaan bahwa negara menjalankan upayanya secara maksimal dalam menghadapi penyebaran virus ini dan mengobati mereka yang sudah terinfeksi.
Ketiga, sebut Manan, media dan jurnalis perlu memiliki kesadaran meliput peristiwa wabah Corona ini secara aman. Standar safety dalam liputan wabah penyakit tentu berbeda dengan kerusuhan, bencana, konflik bersenjata.
“Dalam liputan soal virus Corona ini, jurnalis perlu mengikuti saran ahli atau otoritas setempat agar tak ikut menjadi korban Corona,” pintanya.
Salah satu caranya, dengan memakai peralatan safety memadai, yaitu masker, jika mewawancarai orang yang memiliki atau berpotensi memiliki virus Corona. Selain masker, juga menjaga jarak aman dengan obyek yang kemungkinan bisa menjadi perantara penularan virus ini.
Penggunaan alat keamanan, kata Manan, hendaknya disesuaikan dengan tingkat bahayanya dan jangan tergoda untuk mendaramatisir keadaan. Misalnya, cukuplah memakai masker kesehatan.
“Tidak perlu memakai masker anti-gas air mata saat membuat laporan secara live,” ucapnya.
Virus Corona ini mulanya tersebar dari Wuhan, Cina, sejak Desember 2019 lalu. Setelah itu virus yang kemudian diberi nama Covid-19 itu menyebar ke seluruh dunia. Hingga kini, virus yang awalnya menular dari hewan liar ke manusia ini sudah menginfeksi sekitar 88.000 di sebanyak 60 negara. Jumlah korban meninggal lebih dari 3,000 orang, yang sebagian besar berada di Cina. (Ed-01)