YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Aksi Front Perjuangan Rakyat (FPR) dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional 2021, di depan kantor Gubernur DIY, pada Senin (8/3/2021) siang diwarnai insiden pemukulan terhadap massa aksi oleh sekelompok orang.
Salah satu korban pemukulan, Arif mengatakan, ketika dirinya bersama massa dari FPR baru tiba di depan kantor Gubernur DIY, tiba-tiba didatangi warga yang diduga dari ormas, dan massa aksi langsung mendapatkan tindakan represi dari warga tersebut.
“Ada beberapa kena pukul, termasuk saya sendiri juga kena pukul tanpa alasan yang jelas,” ungkap demonstran dari FMN ini.
Setelah insiden pemukulan tersebut, antara pihak massa aksi yang diwakili oleh Damara, dan Heru selaku perwakilan warga dari ormas melakukan negosiasi hingga sepakat bahwa aksi pernyataan sikap tetap bisa dilanjutkan namun dengan jumlah massa 10 orang.
Kepada kabarkota.com, Damara menyayangkan terjadinya insiden pemukulan tersebut. Terlebih pada saat kejadian, di sekitar lokasi juga ada aparat keamanan, yakni Satpol PP dan personel kepolisian.
“Ini bentuk Negara tidak bisa menjamin hak kebebasan warga dalam mengeluarkan pendapat,” anggapnya.
Untuk itu, pihaknya menyatakan akan mengambil langkah-langkah untuk menindaklanjuti kejadian tersebut.
“Peristiwa ini harus menjadi pembelajaran bagaimana Negara harus melindungi hak-hak dasar warga Negaranya. Kalau hak bicara saja tidak bisa dilindungi, apalagi dengan hak kesejahteraan?” sambungnya.
Sementara Heru selaku koordinator Paguyuban Pengemudi Becak Motor Yogyakarta (PPBMY) menyatakan, aksi penghadangan tersebut dilakukan guna mencegah agar massa aksi tidak sampai masuk ke kawasan Malioboro yang notabene pariwisatanya sedang mulai bergerak kembali, setelah setahun didera pandemi Covid-19.
“Mereka emosi karena mencari makan sekarang saja susah, apalagi ada demo nanti wisatawan tidak berani datang, maka kami akan semakin susah,” dalih Heru.
Lebih lanjut, Heru berpendapat bahwa sebenarnya demonstrasi tidak harus dilakukan di lokasi sekitar Malioboro, dan bisa juga dengan cara lain, seperti audiensi dengan perwakilan menemui pihak-pihak terkait.
Sementara Kepala Bidang Pengendalian Demonstrasi Satpol PP DIY, Edhi Hartono juga menjelaskan, insiden tersebut terjadi karena warga menolak adanya aksi tersebut. Terlebih, dalam Pergub No. 1 Tahun 2021 juga tidak mengizinkan adanya demonstrasi di kawasan Malioboro.
Dalam aksi kali ini, FPR menyampaikan 20 tuntutan. Diantaranya: Hentikan Diskriminasi Upah pada Buruh dan Buruh Tani Perempuan; Berikan jaminan perlindungan terhadap perempuan Indonesia dari segala bentuk kekeras; Berikan cuti haid dan cuti hamil pada buruh perempuan; serta cabut Pergub DIY No 1 tahun 2021 tentang tentang pengendalian pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum pada ruang terbuka. (Rep-01)