Desakan Pembubaran Banser, Begini Komentar Warga NU DIY

Ketua Pengurus Cabang (PC) NU Kota Yogyakarta, M. Yazid Afandi (dok. kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Konflik Papua yang dipicu kasus rasisme di Surabaya, sampai sekarang masih memanas justru berbuntut pada munculnya desakan pembubaran Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama (NU).

Baru-baru ini, jagat twitter gaduh dengan #bubarkanbanser, bahkan sempat menjadi trending topic. Persoalan itu bermula dari adanya tujuh tuntutan Papua yang mencatut nama anggota DPD terpilih asal Papua, Yorris Raweyai. Salah satu dari poin tuntutan tersebut adalah meminta pemerintah membubarkan Banser.

Meski kemudian Yorris mengklarifikasi hal tersebut dsn menyebut isu pembubaran Banser yang dinyatakan oleh masyarakat Papua merupakan berita Hoaks (NU Online, 27 Agustus 2019).

Sementara di Twitter, #bubarkanbanser, salah satunya dipicu oleh anggapan bahwa Banser NU yang notabene menjadi garda terdepan dalam menjaga NKRI, justru terkesan tak responsif atas beredarnya gambar-gambar pengibaran bendera Bintang Kejora di depan Istana Negara RI.

Salah satu akun Twitter @ShiddiqJawi, pada 28 Agustus 2019, menulis, “Mengapa negara bisa diam melihat bendera Bintang Kejora berkibar di depan Istana? Apakah Negara masih ada?” dengan disertai #BUBARKANBANSER.

(Dok. Twitter)

Lalu, bagaimana warga NU di DIY menanggapi adanya desakan tersebut?

Ketua Pengurus Cabang (PC) NU Kota Yogyakarta, M. Yazid Afandi mengaku tak habis pikir dengan adanya seruan untuk membubarkan badan otonom NU dari Gerakan Pemuda (GP) Ansor tersebut. Meskipun, desakan itu bukan yang pertama kalinya.

Menurutnya, secara genetik, Ansor-Banser itu lahir dengan semangat untuk melawan penjajah pada masa pra kemerdekaan.

“Jadi, dia (Banser) tidak dilahirkan secara prematur. Dia tidak dilahirkan ketika tokoh atau elite politik butuh backing atau punya kepentingan politik tertentu, tapi sungguh-sunguh lahir atas kesadaran perlunya hidup berbangsa dan bernegara secara merdeka, rukun dan damai di bawah naungan NKRI,” jelas mantan Wakil Ketua GP Ansor PWNU DIY ini kepada kabarkota.com, Sabtu (31/8/2019).

Ketika kemudian muncul tuntutan pembubaran Banser, maka pihaknya menduga, hal itu tidak bisa lepas dari dua hal. Pertama, permainan dari orang-orang yang saat ini sedang butuh mengamankan kepentingan politiknya. Kelompok ini adalah kelompok yang merasa Ansor-Banser menjadi “penghalang” agenda politik yang ingin mengotak atik ideologi Negara. Kedua, kelompok yang sedang ingin menaikkan daya tawarnya di depan kekuasaan. Mengingat, sekarang ini Ansor-Banser dan NU tengah dekat dengan pemerintah.

“Hari ini Banser dibenturkan dengan teman-teman di Papua, itu bukan tidak tahu siapa pemainnya. oh tahu, dan kita menyadari itu semua,” anggap Yazid. Namun, pihaknya meyakini, Banser akan tetap eksis sepanjang perjuangan NU dalam mengawal NKRI.

Oleh karenanya, Yazid berharap, Banser tak reaktif dalam menyikapi hal tersebut. Kalau pun memang perlu meresponnya, sebaiknya dilakukan dengan aksi-aksi yang bersifat menyatukan umat, menjaga persatuan dan kesatuan Bangsa.

Hal senada juga disampaikan mantan komandan Banser Kota Yogyakarta, Gus Jaroh yang mensinyalir, upaya tersebut hanya bertujuan untuk memecah-belah NKRI.

“Kita menyadari sekarang eranya Medsos. Biasa ada yang suka dan tidak suka. Begitu kerasnya gesekan-gesekan yang diangkat di media sosial itu yang justru memperkeruh suasana. Tapi sebenarnya di arus bawah, kami landai-landai saja,” ungkap Pendiri Pondok Pesantren Ibnu Hadi di Prambanan Sleman ini.

Gus Jaroh berpendapat bahwa untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, maka nasionalis dan religius harus bersama, sebagaimana ketika Negeri ini tengah memperjuangkan kemerdekaan di era Soekarno. (Rep-01)

Pos terkait