YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Mantan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (Ketum DPP PPP), Surya Dharma Ali (SDA) menganggap, pemberhentian dirinya sebagai Ketum DPP PPP 9 September lalu merupakan penonaktifan yang ilegal.
Anggapan itu disampaikan SDA kepada wartawan, saat menghadiri Konsolidasi menjelang Muktamar PPP di Hotel Grand Quality Yogyakarta, Minggu (14/9).
Menurut SDA, yang memiliki kewenangan untuk mengangkat atau memmberhentikan Ketua Umum hanyalah Muktamar dan bukan rapat pengurus harian.
Padahal, tanggal 9 september lalu itu sebenarnya rapat pengurus harian PPP untuk membahas pembentukan panitia Muktamar 22 oktober 2015 mendatang, namun dibelokkan oleh Monoarfa Suharso, romuhurmuzy, Lukman Hakim Syaifuddin dan Imron Pangkapi
menjadi rapat pemberhentian dirinya, dengan cara memaksa.
"Ini penghianatan terhadap islah yang dilakukan April lalu, di mana saya diminta langsung menemui mbah Maimun Zubair," ucap SDA
Selain itu, mantan Menteri Agama ini juga mensinyalir, pemberhentian dirinya dari Ketum kali ini sebagai upaya untuk memuluskan langkah sejumlah oknum pengurus untuk mendukung koalisi lainnya.
"Mereka tidak mau kehilangan momentum 1 oktober dan 22 oktober," anggap tersangka kasus dana Haji ini.
Namun meski demikian, ia menduga, tidak banyak dari kalangan pengurus di tingkatan DPW maupun DPY yang menginginkan perubahan haluan tersebut. Mengingat, dari awal, suara dari bawah memang sudah menginginkan PPP mendukung Prabowo.
"Jadi pilihan ke yang lain itu hanya merepresentasikan pribadinya saja," tegas SDA.
Sementara ditanya terkait kemungkinan adanya kader partai berlambang ka'bah tersebut masuk dalam kabinet Jokowi – JK, SDA enggan menjawab pertanyaan tersebut.
"Saya tidak mau menjawab itu," ucap dia singkat.
Hanya saja, dia tetap mempersilakan kadernya untuk menerima jika memang ada tawaran, tetapi itu tidak merepresentasikan sikap politik PPP. (tria/aif)