Hampir 2 Bulan tanpa Kepastian, Puluhan Pendorong Gerobak PKL Malioboro Mengadu ke DPRD Kota Yogya

Audiensi pendorong gerobak PKL Malioboro di gedung DPRD Kota Yogyakarta, Kamis (24/3/2022). (dok. istimewa)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Puluhan pendorong gerobak PKL Malioboro yang kehilangan mata pencaharian pasca relokasi PKL ke Teras Malioboro, kembali mendatangi gedung DPRD Kota Yogyakarta, pada Kamis (24/3/2022). Pasalnya, hampir dua bulan mereka belum mendapatkan kepastian terkait program pemberdayaan atau pun alih pekerjaan sebagaimana yang pernah dijanjikan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta sebelumnya.

Bacaan Lainnya

salah satu pendorong gerobak PKL Malioboro, Kuat mengaku, selama ini pihaknya belum pernah mendapatkan bantuan sama sekali dari Pemkot, pasca relokasi PKL Malioboro, awal Februari lalu.

“Ada harapan bahwa pendorong gerobak akan dipekerjakan di sektor kebersihan. Cuma nanti kami harus memilih siapa saja yang akan dilibatkan karena tidak semua pendorong gerobak itu tenaga muda. Jaadi kami juga harus memikirkan nanti untuk yang sepuh-sepuh bagaimana,” kata Kuat kepada wartawan usai melakukan audiensi di gedung DPRD Kota Yogyakarta.

Menurutnya, selama ini, para pendorong gerobak PKL yang tergabung dalam paguyuban berusaha mandiri, dengan menjalankan usaha melalui koperasi. Namun hingga sekarang, mereka juga masih menunggu proses pendaftaran akta pendirian koperasi di notaris.

“Selagi kami menunggu hasil atau turunnya akta koperasi itu, kami harus juga menghidupi anak istri sehingga maksud kami datang ke mari, berharap bisa dapat bantuan dari pemerintah,” sambung Kuat.

Pihaknya menyampaikan bahwa para pendorong gerobak sebenarnya menginginkan pemberian lapak di Teras Malioboro yang nantinya bisa mereka kelola melalui koperasi. Kalaupun pemerintah memberikan pekerjaan, maka semesti semua mendapatkan hak yang sama.

Jumlah pendorong gerobak yang tergabung di paguyuban sekarang, lanjut Kuat, jumlahnya berkurang dari 33 orang menjadi 29 orang. Itu lantaran ada sebagian dari mereka yang mengundurkan diri karena memilih kembali ke kampung halaman, setelah lama menunggu kepastian dari pemerintah yang tidak kunjung jelas.

“Kami yang masih bertahan ini rata-rata bekerja sampingan. Misalnya sehari dapat Rp60.000, tapi besok belum tentu dapat lagi. Bahkan ada yang tidak bekerja sama sekali sehingga untuk makan, mereka menggunakan uang tabungan dari hasil bekerja sebagai pendorong sebelumnya, Jadi tinggal sisa-sisa,” sesalnya.

Sementara ketua Pansus Relokasi PKL Malioboro DPRD Kota Yogyakarta, Fokki Ardiyanto mengatakan bahwa berdasarkan hasil tinjauan di lapangan, Teras Malioboro 1 sebenarnya sangat luas sehingga masih bisa dimanfaatkan untuk menambah lapak bagi para pendorong gerobak.

“Maka harapan saya, teman-teman (pendorong gerobak) tetap solid, dan berproses sehingga tidak hanya menjadi penonton dalam gerak lajunya pembangunan di kota Yogyakarta,” tegasnya.

Salah satu syaratnya, kata Fokki, melalui pengorganisasian sehingga pada saat ada peluang, organisasi bisa memback-up, meskipun yang akan maju orang per orang. Untuk itu, dibutuhkan kesadaran politik karena kebijakan relokasi PKL juga merupakan kebijakan politik Gubernur DIY yang dilembagakan.

Sebelumnya, Walikota Yogyakarta, Haryadi Suyuti menyampaikan bahwa Pemkot akan mengupayakan pemberdayaan bagi para pendorong gerobak PKL Malioboro, pasca relokasi PKL ke Teras Malioboro.

Menurutnya, masih banyak sektor pekerjaan di Malioboro yang bisa dimanfaatkan untuk memberdayakan mereka, pasca relokasi PKL.

“Jadi sifatnya pemberdayaan, bukan pengalihan (pekerjaan),” tegas Haryadi, di kompleks Balaikota Yogyakarta, 17 Januari 2022. (Rep-01)

Pos terkait