Ilustrasi (dok. pexels)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang diumumkan pemerintah pada Sabtu (3/9/2022) mengundang reaksi dari banyak kalangan, termasuk di DIY. Tidak hanya masyarakat umum, dan kalangan buruh yang keberatan, wakil rakyat pun ikut menyayangkan keputusan tersebut.
Masyarakat: Pemerintah Mengecewakan
Salah satu warga di DIY, Totok mengaku tidak setuju dengan keputusan pemerintah tersebut. Sebab, kenaikan harga BBM sangat memberatkan, terutama bagi masyarakat yang tidak tergolong paling miskin, tetapi juga bukan kategori kaya.
“Pemerintah sudah terlalu sering mengecewakan masyarakat,” kata Totok kepada kabarkota.com, Sabtu (3/9/2022).
Namun ia pesimis, pemerintah akan mendengarkan keberatan masyarakat.
Warga DIY lainnya, Yanti khawatir, kenaikan harga BBM akan memengaruhi kenaikan harga pangan, termasuk buah-buahan. Terlebih, hampir setiap hari dia berjualan keliling dengan menggunakan sepeda motor.
“Biasanya saya kalau isi BBM cukup Rp 10 ribu, tapi kalau harganya naik, saya tambah pusing,” kata Yanti.
Ia berharap, pemerintah mempertimbangkan kembali kemampuan rakyat kecil dengan keterbatasan penghasilan. Jika harga BBM naik, maka keuntungan hasil jualannya juga akan semakin sedikit. Sementara harga-harga kebutuhan pokok lainnya semakin mahal.
“Mudah-mudahan pemerintah bisa menurunkan lagi harga BBM yang sudah naik drastis ini,” harapnya.
KSPSI DIY: Batalkan Kenaikan Harga BBM!
Dampak dari kenaikan harga BBM juga memberatkan bagi para pekerja dan buruh di DIY yang notabene selama ini menerima Upah Minimum Regional (UMR) terendah dibandingkan daerah-daerah lainnya.
“Efek domino negatif dari kenaikan BMM inilah yang menjadi salah satu alasan utama mengapa kenaikan harga BBM harus ditolak,” kata Sekretaris DPD KSPSI DIY, Irsad Ade Irawan dalam siaran persnya.
Setidaknya, lanjut Irsad, ada empat alasan yang menguatkan penolakan KSPSI tersebut. Pertama, kenaikan harga BBM akan mengakibatkan daya beli pekerja atau buruh dan masyarakat turun drastis. Kedua, kenaikan harga BBM juga akan memicu kenaikan harga barang dan bahan pangan pokok. Sehingga menyebabkan keluarga pekerja/buruh tidak dapat memenuhi standar kehidupan yang layak.
“Ketiga, harga BBM yang naik akan memicu pula kenaikan harga barang dan bahan pokok untuk hidup
layak, sementara itu upah pekerja/buruh selalu murah dari tahun ke tahun sehingga mengakibatkan defisit ekonomi yang semakin menganga,” sambungnya.
Keempat, berdasarkan UUD 1945, maka penentuan harga di sektor yang memengaruhi hajat hidup orang banyak, termasuk BBM, tidak boleh diserahkan pada mekanisme pasar, melainkan didasarkan pada kepentingan masyarakat secara umum.
Anggota DPRD DIY: Kenaikan Harga BBM, Kado Pahit bagi seluruh Rakyat
Sementara di mata Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana, kenaikan harga BBM kali ini merupakan kado pahit bagi seluruh masyarakat Indonesia, terutama rakyat kurang mampu, umkm, dan masyarakat menengah ke bawah.
“Saya sangat menyayangkan kebijakan ini. Semestinya banyak pilihan kebijakan atau program lain yang bisa ditangguhkan, seperti program yang tidak langsung menyentuh kepentingan rakyat banyak.” paparnya.
Pihaknya juga khawatir, ini akan berdampak pada peningkatan angka kemiskinan di DIY seiring penyesuaian harga-harga bahan pokok yang tidak menentu.
Disinggung terkait instruksi Presiden agar Pemerintah Daerah (Pemda) mengalokasikan 2 persen Dana Transfer Umum (DAU) dari pusat untuk bantuan subsidi bagi angkutan umum, Ojek Online, dan Nelayan, Huda menganggap, solusi tersebut tidak akan menyelesaikan masalah utamanya.
Meski demikian, Pemda DIY siap melaksanakan instruksi dari pemerintah pusat tersebut, jika memang diperlukan.
“DAU tahun 2022 ini sebesar Rp 1.224 Trilius. Jadi 2 persennya sekitar Rp 24 Miliar,” ucapnya.
Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) selain mengumumkan kenaikan harga BBM Pertalite, solar bersubsidi, dan Pertamax, juga meminta agar masing-masing Pemda mengalokasikan sebagian DAU untuk membantu pelaku usaha angkutan umum, ojek online, dan nelayan. (Rep-01)