JAKARTA (kabarkota.com) – Lanskap industri media telah berkembang sangat pesat seiring dengan perkembangan teknologi digital di Indonesia. Hal tersebut berdampak terhadap persoalan ketenagakerjaan.
ketua Federasi Serikat Pekerja Media (FSPM) Independen, Sasmito menjelaskan, soal ketenagakerjaan akibat dari perubahan lanskap industri media ini menjadi salah satu tantangan berat bagi serikat pekerja media di Indonesia
Menurut Sasmito, ada sejumlah perubahan penting yang terjadi dalam industri media dalam beberapa tahun ini. Salah satunya adalah perubahan iklim kerja pekerja media akibat dari konvergensi yang dilakukan sejumlah media.
“Akibat konvergensi dalam ruang pemberitaan mendorong adanya “perampingan” karena ada pekerjaan yang sebelumnya dikerjakan sejumlah orang, kini bisa ditangani dengan sumber daya manusia yang lebih sedikit,” keluhnya di Jakarta, Senin (31/10/2016).
Konvergensi, kata Sasmito, juga melahirkan tuntutan penambahan skill pekerja media. Dengan konvergensi dalam newsroom, maka seorang jurnalis, misalnya, kini juga dituntut untuk menguasai keterampilan agar memenuhi kebutuhan berbagai platform. Di perusahaan yang newsroom-nya terintegrasi, seroang jurnalis tak hanya dituntut bisa menulis untuk media cetak atau online, tapi juga diharapkan bisa mengambil foto, memproduksi berita untuk radio, televisi dan semacamnya.
Perkembangan baru semacam ini, kata Sasmito, tentu saja berdampak besar pada pekerja media. Hanya saja, kata dia, perubahan cara kerja ini belum berdampak pada kesejahteraan pekerja media. Sasmito mengutip hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Aliansi Jurnalis Independen pada tahun 2012 lalu. Dalam penelitian terhadap empat perusahaan media besar itu ditemukan bahwa tak semua media itu melakukan konvergensi.
“Hasilnya, ritme kerja jurnalis hang media menerapkan konvergensi memang beriubah, tapi tidak dengan kesejahteraannya,” kata dia dalam rilis yang diterima Kabarkota.com
Perubahan lain dari trend diitalisasi ini adalah mulai meredupnya media konvensional. Ini ditandai dengan turunnya oplah dan iklan, misalnya media cetak. Perkembangan inilah yang dianggap memberi kontribusi dari tutupnya sejumlah media cetak, atau beralihnya media cetak ke edisi digital, pada tahun 2015 lalu.
Perkembangan lain dari trend kemajuan teknologi yang jugsa bisa berdampak pada aspek ketenagakerjaan di sektor media adalah pemanfaatan robot untuk menulis berita. Perkembangan ini sudah terjadi di Amerika Serikat.
“Trend di Amerika Serikat ini bukan tidak mungkin akan terjadi di Indonesia, di mana tenaga jurnalis akan digantikan oleh robot,” kata Sasmito.
Menurut data FSPMI, jumlah serikat pekerja media di Indonesia kurang dari 30. Jumlah ini sangat kontras dengan jumlah media yang mendurut data Dewan Pers sekitar 2.300 perusahaan media.
Pertumbuhan jumlah serikat pekerja media juga kurang menggembirakan. Sejak tahun 2015, baru ada dua serikat pekerja baru di sektor media yang lahir: Serikat Karyawan iNews Bersatu, Jakarta; dan Serikat Pekerja Lintas Media, Surabaya.
FSPMI adalah federasi yang menaungi tujuh serikat pekerja media di seluruh Indonesia. Federasi yang berdiri pada tahun 2009 ini beranggotakan delapan serikat pekerja di seluruh Indonesia. Masing-masing: Dewan Karyawan Tempo, Jakarta; Serikat Pekerja KBR 68H, Jakarta; Forum Karyawan SWA, Jakarta; Dewan Karyawan Pikiran Rakyat, Bandung; Ikatan Karyawan Solo Pos, Solo; Serikat Pekerja Koresponden Tempo, Surabaya; Serikat Pekerja Pontianak Post, Pontianak; dan Serikat Pekerja Lintas Media, Surabaya.
(Ed-01)