Kepemilikan Tanah untuk WNI Non Pribumi Dipersoalkan, Ini Sikap ORI DIY

Ilustrasi (sumber: rotasinews.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Diskriminasi atas tanah di Yogyakarta dirasakan oleh Warga Negara Indonesia (WNI) Non Pribumi keturunan Tionghoa. Komnas HAM pada Agustus 2014 dan 2015, meminta Gubernur mencabut Surat Instruksi Wakil Gubernur Yogyakarta Nomor K898/I/A/1975 tentang penyeragaman Policy Pemberian Hak atas Tanah Kepada Seorang WNI Non Pribumi.

Bacaan Lainnya

Kepala Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DIY, Budhi Masthuri mengatakan bahwa sudah beberapa kali menerima aduan kasus dengan isu yang sama, dari kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang berbeda. Pihak ORI DIY melihat kasus semacam ini adalah dampak dari instruksi dari Wakil Gubernur, Nomor K898/I/A/1975 dan beberapa aturan yang belum dicabut.

“Karena instruksi tersebut, BPN tidak bisa menyetujui peralihan hak,”Jelasnya saat di temui kabarkota (6/10/2016).

Penyelesaian kasus semacam ini menurut Budhi, adalah dengan menelaah dan mereview secara sistemik, berupa pemberlakuan instruksi tersebut kepada BPN. Jika diselesaikan perkasus, imbuh Budhi, hanya akan menyelesaikan satu kasus saja, nantinya akan muncul lagi kasus yang sama.

“Pembahasan kami tidak hanya peraturan BPN dan regulasi pertanahan. Namun tentang Hukum, Undang-undang Agraria, instruksi wakil gubernur, kesejarahan, filosofis, dan historis, jadi ini kompleks,” jelasnya.

Penyelesaian kasus oleh ORI DIY sudah sampai ke draft awal, pendapat para ahli dengan melihat dari berbagai perspektif. Selain itu, ORI DIY juga mengundang pihak yang pro dan kontra.

“Setelah ini akan kita rumuskan dan laporkan ke ORI, Apakah nanti akan mengambil langkah dari Jakarta langsung, karena sifatnya Nasional atau kemungkinan lain,” ungkapnya.

Gubernur mendapatkan Somasi sebulan lalu, mengenai larangan WNI non pribumi yang tidak diperbolehkan memiliki hak atas tanah, dari warga keturunan Tionghoa. Somasi ini ditanggapi Budhi dengan mengatakan bahwa hal tersebut merupakan hak setiap warga untuk memperjuangkan hak atas dirinya.

“Prinsipnya kan kita negara hukum, jadi semua diselesaikan secara hukum,” tegasnya. (Rep-04/Ed-01)

Pos terkait