Ilustrasi (dok. istimewa)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Koalisi Masyarakat untuk Udin (K@MU) menilai, selama ini, Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) belum menjadi solusi atas penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan hukum berkeadilan, melainkan justru menjadi bagian dari masalah.
Menurut koordinator K@MU, Tri Wahyu KH, hal tersebut terlihat dari pidato Jokowi saat peringatan Hari HAM, pada 10 Desember lalu. “Komitmen Presiden Jokowi berhenti di pidato,” sesal Wahyu dalam Rilis aksi 16an ke-76 K@MU yang diterima kabarkota.com, Rabu (16/12/2020) malam.
Padahal, Wahyu berpendapat bahwa semestinya Presiden menjadi aktor kunci dari penegakan HAM dan hukum berkeadilan sebagai pengejawantahan mandat konstitusi dan nawacita. Namun setelah enam tahun berkuasa, penegakan HAM berat masa lalu, seperti kasus Wiji Thukul, Marsinah, Udin, pembunuhan Salim Kancil hingga penangkapan sewenang-wenang terhadap demonstran omnibus law, belum bisa dituntaskan.
Bahkan, lanjut dia, baru-baru ini, kuasa hukum korban HAM berat dari YLBHI, LBH Jakarta, KontraS, dan Amnesty Internasional justru menggugat Jaksa Agung, lantaran “pembantu presiden” tersebut menyatakan peristiwa Semanggi I dan Semanggi II buka pelanggaran HAM berat.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, Shinta Maharani beranggapan bahwa pernyataan Jaksa Agung yang menyebut peristiwa Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat itu merupakan cerminan ketidakmampuan negara dalam menuntaskan kasus serupa.
“Makin ironi karena peristiwa itu justru terjadi setelah Jaksa Agung dielukan Jokowi sebagai aktor kunci penegakan HAM,” sesal Shinta.
Jaksa Agung, lanjut Shinta, belum melaksanakan tugasnya melakukan penyidikan atas peristiwa Semanggi I dan II secara komprehensif hingga akhirnya PTUNmemutus Jaksa Agung melakukan tindakan melawan hukum.
Rimbawana selaku Koordinator Divisi Advokasi AJI Yogyakarta menambahkan, jika komitmen Presiden tak hanya berhenti di pidato, maka semestinya presiden sudah “menjewer” Jaksa Agung atau bahkan menggantinya sebagai hukuman atas kegagalan menegakkan HAM dan hukum berkeadilan.
Sebagaimana juga dalam kasus Udin, sebut Rimba, sampai sekarang publik tak pernah melihat presiden menegur Kapolri yang tak memiliki agenda jelas dan konkret dalam penuntasan kasus Udin.
“Di setiap peringatan tahunan kasus Udin, pernyataan rutin yang selalu disampaikan institusi kepolisian adalah “masih dalam penanganan. Bila warga ada bukti dan kesaksian, silakan sampaikan ke polisi.” Tak ada kemajuan serius penegakan hukum kasus Udin. Pun, luka-luka keluarga korban pelanggaran HAM lain tetap saja menganga,” anggapnya. (Ed-01)