Yogyakarta – Organisasi perwakilan masyarakat adat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Vaksin bagi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan, meminta agar vaksinasi Covid-19 tidak menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai syarat calon penerima vaksinasi.
Permintaan itu disampaikan melalui surat terbuka yang ditujukan pada Presiden RI, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Sosial, Kapolri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Kepala Dinas PPPA, Kepala Dinas Sosial, Kepala Dinas Kumham, Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri, Kepala Dinas Kesehatan, di seluruh wilayah Indonesia.
Dalam keterangan tertulisnya, koalisi tersebut mengaku mengapresiasi dan mendukung upaya vaksinasi Covid-19 oleh Pemerintah RI di bawah kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi). Sebab vaksinasi merupakan langkah penting menahan laju penularan Covid-19 sekaligus mengupayakan agar kurva pandemi menjadi landai, dan akhirnya kita semua keluar dari pandemi.
Hanya saja, upaya vaksinasi untuk mencapai kekebalan kelompok bisa terhambat Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 10/2021 Pasal 6 Ayat 3 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi, yang mewajibkan adanya NIK sebagai syarat bagi warga negara untuk mengikuti program vaksinasi.
“Persyaratan adanya NIK, by name by address, tersebut telah menyulitkan masyarakat adat dan kelompok rentan. Seperti kita ketahui bersama, tak sedikit masyarakat adat, kelompok disabilitas, petani, anak-anak yang berada di panti asuhan, lansia, tunawisma, yang tidak memiliki Nomor Induk Kependudukan,” jelasnya melalui keterangan tertulis.
Keterangan tertulis yang mencantumkan beberapa contact person, salah satunya Rukka Sombolinggi itu menambahkan, ada sejumlah penjelasan tentang mengapa masyarakat adat dan kelompok rentan sebagian tidak memiliki NIK, mulai dari hambatan birokrasi, infrastruktur penunjang, hingga adanya hambatan kultural.
70 Juta Masyarakat Adat
Perwakilan masyarakat adat memohon pada Presiden RI untuk mengambil langkah diskresi, berupa perintah pada jajaran aparat terkait untuk mengganti persyaratan NIK dengan surat keterangan yang ditandatangani oleh RT, RW, kepala desa, kepala adat, atau organisasi tempat seseorang bernaung.
“Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) memperkirakan ada 40-70 juta jiwa masyarakat adat tersebar di Indonesia, 20 juta jiwa dari mereka telah menjadi anggota AMAN,” lanjutnya.
Dari jumlah tersebut, dalam data AMAN, per 21 Juli 2021, baru 468.963 orang yang mendaftarkan diri untuk vaksinasi, dan sekitar 20.000 dari mereka sudah mendapatkan vaksinasi tahap pertama. Rendahnya pendaftar disebut akibat keterbatasan akses vaksinasi dan ketiadaan NIK.
Bagi masyarakat adat yang tinggal di pedalaman atau pulau terluar, kewajiban memiliki NIK menjadi sandungan untuk menjangkau program vaksinasi pemerintah. Padahal, negara berkewajiban untuk menyediakan layanan kesehatan bagi seluruh penduduk, termasuk akses pemberian vaksin dalam rangka percepatan penanganan pandemi COVID-19.
Masyarakat adat bukanlah kelompok rentan. Selama ini mereka bisa hidup mandiri dan menjaga keharmonisan dan kelestarian alam, serta keragaman hayati di daerah-daerah terdalam dan terluar Indonesia.
“Namun, berbagai kebijakan pembangunan selama ini telah meminggirkan masyarakat adat dan membuat posisi masyarakat adat menjadi rentan, termasuk pada saat menghadapi pandemi. Pada awalnya, lokasi yang terpencil dan relatif terisolasi, kehidupan mandiri, dan kearifan lokal membuat masyarakat adat relatif aman dari Covid-19.”
Persyaratan NIK untuk vaksin juga menjadi persoalan bagi kelompok rentan dalam berbagai bentuk. Jika keberadaan KTP dijadikan persyaratan vaksin, by name by address, maka kelompok marjinal akan mengalami risiko tak tersentuh akses vaksinasi, dan membahayakan keseluruhan upaya penanganan pandemi.
Desakan Perwakilan Masyarakat Adat
Berdasarkan sejumlah pertimbangan perwakilan masyarakat adat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Vaksinasi bagi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan, mereka menyampaikan sejumlah desakan pada pemerintah, di antaranya, mendorong pemerintah mengambil kebijakan bagi masyarakat adat, penyandang disabilitas, petani, buruh dan kelompok anak tanpa akta agar mendapatkan vaksin tanpa syarat NIK.
Kedua, mendorong agar surat keterangan dari ketua adat, RT/RW, kepala desa, atau organisasi yang menaungi sebagai pengganti NIK dan dikukuhkan lewat surat edaran kementerian terkait. Organisasi yang bergabung dalam Koalisi ini bersedia membantu pemerintah dalam penyediaan data dan surat keterangan yang dibutuhkan.
Ketiga, mendorong edukasi dan sosialisasi yang konstruktif, mudah didapat, dan mudah dipahami terkait COVID-19 dan program vaksinasi, termasuk aktif meluruskan sejumlah kabar bohong/hoaks yang berkaitan dengan dua hal tersebut.
Keempat, memastikan tersedianya fasilitas pemeriksaan kesehatan awal untuk masyarakat adat dan kelompok rentan termasuk anak, sebelum mendapatkan vaksin. Memastikan adanya layanan kunjungan ke rumah atau lokasi tinggal kelompok disabilitas, panti-panti atau sarana transportasi penjemputan ke lokasi fasilitas kesehatan terdekat terutama bagi warga yang tinggal di kampung-kampung.
Kelima, mendefinisikan kelompok rentan yang menjadi prioritas vaksinasi sesuai standar WHO dan memprioritaskan vaksinasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat adat dan kelompok rentan di seluruh provinsi Indonesia.
Keenam, memberikan pelatihan orientasi bagi para relawan yang akan memberikan layanan vaksinasi massal, terutama tentang etika berinteraksi dengan kelompok disabilitas dengan melibatkan organisasi penyandang disabilitas.