Para peneliti Pusat Kajian Anti (Pukat) Korupsi, Universitas Gadjah Mada (UGM). (Foto: Sutriyati/kabarkota.com)
SLEMAN (kabarkota.com) – Pusat Kajian Anti (Pukat) Korupsi FH UGM mengatakan, tiga dari dua pimpinan lembaga penegakan hukum telah diserahkan Jokowi kepada politisi. Kedua jabatan itu, kata Direktur Pusat Kajian Anti (Pukat) Korupsi FH UGM, Zaenal Arifin Mochtar, sebagai peringatan dini untuk penegakan hukum di Indonesia.
"Kalau bicara penegakan hukum, saat ini jabatan Menkumham dan Jaksa Agung sudah dirampas dua parpol, yakni PDIP (Menkumham) dan Partai Nasdem (Jaksa Agung)," kata Zaenal kepada wartawan di kantor Pukat Korupsi FH UGM, Jumat (21/11).
Untuk itu, Zaenal meminta, agar jokowi JK bisa menjelaskan kepada publik, alasan mengambil politisi untuk kedua jabatan tersebut. Zaenal mencontohkan, ada tiga hal yang perlu dipertanyakan terkait pengangkatan HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung. Di antaranya, mengapa Presiden Jokowi menunjuk Prasetyo yang notabene track record dan prestasinya tidak jelas.
"Ini mengkhawatirkan. Bahkan jarang ada pemilihan pimpinan lembaga penegakan hukum yang ada kedekatan dengan parpol," anggapnya.
Kalau pun ada, tambah dia, itu pada masa Orde Baru. Padahal, Jaksa Agung yang ideal itu, harus jelas integritas, kapabilitas, dan prestasinya. (Baca: Aktivis Sesalkan Pengangkatan Jaksa Agung dari Kalangan Parpol)
Namun karena Jokowi terlanjur melantik Prasetyo sebagai jaksa agung, lanjut Zaenal, maka publik harus bisa memberikan catatan-catatan kepada pemerintah terkait dengan kinerja Prasetyo. "Ada beberapa PR yang bisa disodorkan ke jaksa agung sebagai barometer," ujar Zaenal.
Di antaranya terkait pelanggaran HAM, kasus-kasus yang melibatkan partai, dan status yang melibatkan kejaksaan, serta berbagai persoalan lainnya. Sementara untuk Jabatan Kapolri baru, Zaenal berharap, agar pilihan Presiden nantinya mempertimbangkan masalah preferensi yang bersangkutan dengan parpol meski pun bukan dari kalangan partai politik, integritas, dan prestasinya.
SUTRIYATI