Dhita tengah membuat paper flower di rumahnya (dok. kabarkota.com)
SLEMAN (kabarkota.com) – Salah satu hal yang paling menyenangkan itu adalah ketika hobi bisa menghasilkan uang. Artinya, melakukan hal yang disukai dan hasilnya bernilai ekonomi. Hal itu juga yang dilakukan Dhita Hayu Cahyani, perempuan 28 tahun asal Griya Taman Asri F 307, Kelurahan Donoharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, DIY.
Sejak awal tahun 2018 lalu, calon ibu muda ini menjalankan bisnis pembuatan paper flowers, seni membuat bunga dari kertas, di rumahnya. Ia mengaku, awalnya tidak terlintas dalam benak untuk menggeluti usaha tersebut.
Dhita bercerita, sekitar akhir tahun 2017, ia iseng-iseng membuat paper flowers untuk pesta pertunangan dan pernikahannya sendiri. Kemudian, di awal tahun 2018, saat salah satu temannya juga akan menikah, ia pun kepikiran untuk membuat kado yang unik, maka muncullah ide membuat paper flower box.
“Waktu itu, masih belum kepikiran untuk dijual,” kata Dhita saat ditemui kabarkota.com, di rumahnya.
Tapi saat hasil karyanya ia unggah di sejumlah media sosial dan mendapatkan respon positif, ia pun berkonsultasi dengan ibunya yang juga pelaku usaha, terkait peluang usaha paper flowes ini, dan disarankan untuk mencobanya, dengan memproduksi secara rutin, ada atau tidaknya pembeli.
Sejak itu, perempuan yang dulunya berprofesi sebagai penyiar di salah satu radio swasta di Yogyakarta ini, mulai merintis usaha paper flowers yang ia namai Minimanis. Meski bukan hal yang mudah, tapi Dhita menikmati proses menjalankan bisnis barunya tersebut. Terlebih, ia yang kini tengah hamil tujuh bulan, bisa dengan leluasa membagi waktu, antara pekerjaan dan keluarga.
Usahanya tak sia-sia, karena saat perhelatan Jogja Halal Fest 2018 beberapa waktu lalu, karyanya bisa dipajang di event tersebut, untuk properti photo booth bagi para pengunjung.
“Setelah itu, orang mulai melirik usaha saya,” ucapnya.
Dhita menyebut, ada tiga produk yang ia tawarkan ke konsumen, dan bisa pre-order, baik secara online di akun instragram @minimanis.gift maupun offline. Pertama, paper flower on frame, dengan harga mulai Rp 90 ribu – Rp.125 ribu.
Kedua, paper flower box yang dibandrol seharga Rp 100 ribu – Rp 135 ribu.
Produk ketiga, giant paper flower yang dijual per paket Rp 150 ribu.
Khusus giant paper flower, lanjutnya, untuk biaya pengiriman ke luar kota biasanya biaya relatif mahal, karena kemasannya harus besar. “Saya sedang berfikir bagaimana membuat produk ini bisa dirangkai sendiri oleh pembeli, sehingga kemasannya bisa lebih ringkas,” ujarnya.
Selain itu, ia juga berencana untuk memberikan pelatihan pembuatan paper flower untuk warga di sekitar kompleks, sehingga saat nanti usahanya mulai berkembang, mereka bisa diberdayakan sebagai tenaga kerja. Dengan begitu, mereka bisa mendapatkan penghasilan tambahan di rumah masing-masing.
Dhita berpendapat, peluang bisnis seni merangkai kertas menjadi bunga-bunga yang cantik ini masih terbuka lebar. Mengingat di Yogyakarta, belum banyak “pemain”. Hanya saja, untuk mendapatkan bahan baku kertas dengan warna-warna tertentu, ia masih kesulitan mendapatkannya di Yogyakarta, sehingga harus mendatangkan dari luar daerah, seperti Semarang, Jawa Tengah.
“Mimpi besar saya, usaha ini bisa berkembang dengan baik, dan saya bisa memjalin kemitraan dengan toko-toko ATK, untuk pemasaran produk. Selain juga mengikuti pameran-pameran,” harapnya. (Rep-01)