Ilustrasi (usc.salvationarmy.org)
SLEMAN (kabarkota.com) – PT Freeport Indonesia (PT FI) telah menawarkan divestasi sahamnya kepada pemerintah senilai US$ 1,7 miliar atau sekitar Rp 23,5 triliun, pada Kamis (14/1/2016) kemarin.
Namun, pengamat energi UGM, Fahmi Radhi berpendapat, pemerintah dan BUMN semestinya tak menerima penawaran saham tersebut. Sebab, selain dinilai kemahalan di tengah terpuruknya harga saham perusahaan induknya FCX saat ini, pembelian senilai lebih dari Rp 23 Triliun akan membebani keuangan Negara maupun BUMN.
“Pembelian saham itu juga dapat digunakan sebagai justifikasi bahwa Kontrak Karya Freeport pasti diperpanjang hingga 2041 mendatang,” kata Fahmi saat dihubungi kabarkota.com, Jumat (15/1/2016).L
Menurutnya, pemerintah harus kekeuh mengambil alih Freeport pada 2021, yang cost and risk very low. “Kalau pemerintah dan BUMN tidak membeli saham PT FI, maka pemerintah tidak akan mempunyai beban untuk mengambil alih Freeport,” imbuhnya.
Sebelumnya, kepada sejumlah media di Jakarta, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Bambang Gatot Ariyono mengaku, pihaknya telah menerima surat penawaran pelepasan 10,64 persen kepemilikan saham PT Freeport Indonesia untuk pemerintah. Angka merujuk pada total nilai saham Freeport yang ditaksir US$ 16,2 miliar.
Persentase saham yang dilepas itu juga sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegaiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Divestasi ini juga ditunaikan dengan harapan pemerintah Indonesia akan memperpanjang kontrak karyanya (Rep-03/Ed-03)