Ilustrasi (sumber: antarajateng.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Anti Narkotika (Ketum DPD Granat) DIY, Feryan Harto Nugroho menganggap, penundaan eksekusi mati terhadap terpidana kasus narkoba asal Filipina, Mary Jane Fiesta Veloso sebagai bentuk keruwetan hukum yang terjadi.
Menurutnya, mengaitkan antara human trafficking dengan sindikat narkoba internasional sebagaimana yang dilakukan hukum atau pengadilan Filipina merupakan hal yang tak wajar.(Baca juga: Eksekusi Mary Jane Ditunda, Kalapas Wirogunan Nongkrong di Nol Kilometer Yogya)
"Masa' hanya karena diduga korban dari penyalur tenaga kerja di Filipina yang tidak berizin, lalu pelaksanaan eksekusi ditunda? Seharusnya ada alasan yang lebih kuat dari itu dong!" Ungkap Ryan kepada kabarkota.com melalui BlackBerry Messenger, Rabu (29/4).
Jika di sidang negara mereka nantinya memutuskan Maria sebagai penyalur Tenaga Kerja Filipina ilegal, lanjut Ryan, maka apa keterkaitannya antara kasus Penyalur Tenaga Kerja tak berizin itu dengan sindikat narkoba internasional.
Terlebih, Advokat ini juga berpendapat bahwa sebelumnya, Pengadilan Negeri Sleman telah menolak pengajuan PK II Mary Jane dengan Novum Human Traficking, karena SEMA no 7/2014 tentang pengajuan PK yang hanya membolehkan PK diajukan sekali saja.
"Kok tiba tiba Jokowi menerima alasan Human Traficking ini dan menelpon Jaksa Agung untuk menunda eksekusi mati?" Sesalnya.(Baca juga: Eksekusi MJ Ditunda, Warga Filipina akan Gelar Doa Bersama di Gereja-gereja)
Ia justru khawatir, dampak atas penundaan eksekusi Mary Jane ini akan semakin membuat proses pemberantasan Narkoba di Indonesia semakin tertatih. Mengingat, tekanan dari banyak pihak termasuk dunia internasional akan semakin kuat karena lamanya pergerakan di Indonesia.
SUTRIYATI