Perempuan Nahdliyin DIY: Memilih bukan karena “Sami’na Wa Ato’na”

Deklarasi Panca Panca Nurani Perempuan Nahdliyin di Gedung KONI DIY, pada Sabtu (3/2/2024). (dok. kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Perempuan Nahdliyin DIY menyatakan bahwa dalam Pemilu 2024 mendatang, mereka ingin menentukan pilihannya secara bebas tanpa tekanan, sesuai hati nurani, dan akal sehat.

Bacaan Lainnya

Hal tersebut ditegaskan dalam Deklarasi Panca Panca Nurani Perempuan Nahdliyin sebagai respon mereka atas berbagai dinamika politik yang terjadi, termasuk di internal Nahdlatul Ulama (NU) jelang Pemilu 14 Februari mendatang.

“Kami, Perempuan Nahdliyin DIY ingin memilih berdasarkan integritas dengan melihat rekam jejak, bukan karena sami’na wa atho’na atau ketaatan kepada perorangan, melainkan pada nilai-nilai,” kata penggagas Deklarasi, Zakiyah kepada wartawan, usai deklarasi, di kantor KONI DIY, pada Sabtu (3/2/2024).

Menurutnya, Pemilu adalah bagian dari upaya untuk membangun peradaban dan perempuan adalah garda terdepan penjaga peradaban. Mengingat, perempuan merupakan pelahir anak-anak bangsa.

“Perempuan tidak boleh mengotori Pemilu ini hanya untuk tujuan kekuasaan sesaat, yakni lima tahunan,” tegas aktivis perempuan anti korupsi Yogyakarta ini.

Dalam deklarasi yang dibacakan oleh Ketua PW Fatayat NU DIY, Maryam Fithriati ini, mereka mengecam segala bentuk pelanggaran konstitusi, pelanggaran hukum, penyalahgunaan kekuasaan, penggunaan alat negara, serta mobilisasi masyarakat sipil.

“Kami mengecam segala bentuk politik transaksional untuk melanggengkan kekuasaan, karena hal tersebut bukan bagian dari politik yang beretika,” ucapnya.

Selain itu, Perempuan Nahdliyin DIY juga menolak segala bentuk politik uang dan berkomitmen untuk melaporkan, jika menemukan praktik-praktik politik uang.

Seluruh perempuan, lanjut Maryam, mempunyai kewajiban menjaga agar agenda Pemilu lima tahunan tidak sakadar menjadi agenda sesaat yang berdampak buruk bagi sejarah peradaban Indonesiadan generasi penerus bangsa.

Di akhir deklarasi, para Perempuan Nahdliyin DIY membunyikan kentongan sebagai tanda bahaya darurat demokrasi.

200-an Warga Nahdliyin Desak NU kembali ke “Khittah”

Sebelumnya pada 20 Januari 2024 lalu, sekitar 200 tokoh dan warga Nahdliyin menyampaikan kegelisahan terhadap sikap politik praktis yang ditempuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2022-2027, menjelang Pemilu 2024. Mengingat,

Dalam pernyataan sikapnya, mereka menilai, PBNU telah terjun ke politik praktis, baik secara diam-diam maupun terang-terangan sehingga menyalahi AD/ART organisasi serta menghianati keputusan Khittah 1926 pada Muktamar ke 27 di Situbondo.

Oleh karenanya, mereka meminta PBNU menjaga sikap, dengan tidak meninggung perkara politik praktis. Apalagi sampai mengkampanyekan pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu.

“Khittah NU, yang menyatakan NU bukan partai politik dan bukan underbouw partai politik, adalah rujukan moral sekaligus rujukan formal dalam tindakan politik NU,” tulis mereka dalam pernyataan sikapnya.

Mereka berpandangan bahwa selama ini, NU menjadi penengah dalam konfik-konflik politik di negeri ini. NU berupaya sekuat tenaga untuk tidak menjadi bagian dari konflik politik manapun. Langkah-langkah politik NU harus didasarkan pada nilai-nilai keulamaan untuk pengabdian kepada kepentingan ummat.

Dengan begitu, menurut mereka, NU bisa terus memainkan peran sebagai bengkel kemanusiaan untuk mengatasi berbagai persoalan bangsa. (Rep-01)

 

Pos terkait