Aksi diam K@MU memperingati 21 tahun kematian wartawan Udin, di sekitar Gedung Agung Yogyakarta, Rabu (16/8/2017). (Sutriyati/kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Koalisi Masyarakat untuk Udin (K@MU) untuk kesekian kalinya kembali menggelar aksi diam, di sekitar Gedung Agung Yogyakarta, Rabu (16/8/2017) sore. Aksi dengan membentangkan poster-poster dan menutup mulut dengan lakban hitam ini dimaksudkan untuk memperingati 21 tahun meninggalnya wartawan Bernas Yogyakarta, Fuad Muhammad Syafrudin alias Udin yang hingga kini belum tertuntaskan kasusnya.
Tak hanya Udin, dalam aksinya kali ini, K@MU juga menyoroti kasus penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan yang hingga 127 hari belum juga terungkap pelakunya, karena diindikasikan ada oknum aparat yang terlibat.
K@MU yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat menganggap, selama ini Negara kalah dengan aparat yang terlibat, sehingga gagal dalam menuntaskan kedua kasus tersebut. Selain itu, Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) – Jusuf Kalla (JK) juga didesak untuk membumikan Pancasila, melalui penuntasan kasus-kasus dark number, termasuk kasus Udin dan Novel. Salah satunya, dengan membentuk segera Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).
“Lantangnya elit politik dan aparat negara dalam meneriakkan “Saya Pancasila”, semestinya juga diikuti dengan lantangnya mereka menuntaskan kasus Udin yang nyata-nyata pelanggaran sila kedua dan kelima Pancasila,” tulis K@MU dalam siaran persnya.
Sementara, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Yogyakarta, Pito Agustin Rudiana berpendapat bahwa tidak terungkapnya kasus kematian Udin dan tujuh jurnalis lainnya sepanjang tahun 1998 – 2017 menunjukkan tidak adanya komitmen aparat penegak hukum, dalam hal ini kepolisian, untuk mengungkapnya. Padahal, telah ada bukti-bukti dan saksi-saksi yang diperiksa.
Kaitannya dengan kebebasan pers, lanjut Pito, tidak terungkapnya kasus Udin, tetap menjadi ancaman bagi para jurnalis dalam memberitakan informasi, serta menjalankan tugasnya sebagai pilar keempat demokrasi.
“Kasus-kasus semacam itu bisa saja akan berulang,” anggap mantan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta ini. (Ed-03)
SUTRIYATI