Polemik Beras Premium PT IBU, Pakar Pertanian UGM Angkat Bicara

Jumpa pers dengan pakar pertanian di UGM, Kamis (27/7/2017). (sutriyati/kabarkota.com)

SLEMAN (kabarkota.com) – Penggerebekan gudang berisi 1.161 ton beras kualitas premium milik PT Indo Beras Unggul (IBU) di Bekasi, 20 Juli 2017 lalu hingga kini masih menyisakan persoalan. Salah satunya terkait harga beras.

Bacaan Lainnya

Dalam hal harga beras, Dekan Fakultas Pertanian UGM, Jamhari mengatakan, pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) telah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) di tingkat petani, serta Harga Eceran Tertinggi (HET) di tingkat konsumen yang ditentukan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 5 Tahun 2015, HPP beras di tingkat petani seharga Rp 7.300/kg. Sedangkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 47 Tahun 2017 menetapkan HET beras sebesar Rp 9.000/kg di tingkat konsumen.

Namun Jamhari menilai, HPP maupun HET yang ditetapkan kurang tepat karena terlalu rendah. Akibatnya, Badan Urusan Logistik (Bulog) justru kesulitan untuk melakukan serapan karena beras petani lebih banyak terserap di pasar yang harga belinya lebih tinggi dibandingkan HPP yang telah ditetapkan pemerintah.

Berdasarkan analisanya atas data dari titik pemantauan di seluruh kabupaten di Indonesia, khususnya per 26 Juli 2017, hanya tinggal 8 persen titik pemantauan yang harga beras kualitas medium masih di bawah HPP.

“HPP beras medium Rp 7.300/kg tapi di lapangan, dari 92 persen titik pantauan, harga rata-ratanya sudah Rp 8.500/kg,” kata Jamhari kepada wartawan di UGM, Kamis (27/7/2017).

Begitupun dengan HET, menurutnya harga eceran rata-rata beras medium di pasar tradisional sudah mencapai Rp 9.500/kg. Sedangkan harga eceran rata-rata beras premium mencapai Rp 11.600/kg.

“Artinya, kalau kita hanya menggunakan harga sebagai acuan pasar beras, kemudian dibandingkan dengan aturan yang ada, itu jelas tidak relevan,” anggapnya.

HET yang terlalu rendah, lanjut Jamhari, justru tidak akan mendorong swasta untuk menghasilkan beras-beras yang berkualitas bagus.Oleh karena itu pihaknya berpendapat, perlu adanya revisi Permendag tentang HET beras.

Selain itu, pemerintah dan masyarakat juga diminta tak gegabah dalam menentukam langkah guna mengatasi persoalan harga beras ini. “Ada banyak pihak berkepentingan dengan kasus ini, termasuk yang mau impor beras. Jadi harus cermat, jangan terbawa oleh ekonom neolib yang tahunya hanya impor tapi tidak tahu terobosan atau potensi peningkatan produksi sendiri,” tegasnya.

Pakar Ekonomi Pertanian UGM, Masyhuri, pada kesempatan tersebut juga berharap, penerapan HET khusus untuk beras kualitas premium agar ditiadakan.

“Serahkan saja kepada mekanisme pasar. Kalau industri membuat kualitas tertentu dan konsumen mau bayar ya silakan. toh konsumen miskin sudah dilindungi dengan beras rastra dan e-voucher,” ujarnya. (Ed-03)

SUTRIYATI

Pos terkait