YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Polisi menjerat Florencia Sihombing dengan pasal 27 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Direktur Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta, Samsudin Nurseha menilai penggunaan kedua pasal itu berlebihan.
“Sepertinya berlebihan melihat Florence yang berurusan dengan pidana seperti ini. Terlebih kita sangat sering melihat setiap hari masyarakat pengguna media sosial mengeluhkan segela unek-unek pelayanan publik,” kata Samsudin, Senin (1/9).
Samsudin menilai kasus pelaporan Florence membuktikan bahwa UU ITE bisa menjerat siapa saja, baik itu aktivis atau bukan. Hal tersebut tidak cocok dengan alam demokrasi. Masyarakat, kata dia, seharusnya lebih terbuka dan lebih bijak dalam menyikapi perbedaan pendapat.
“Masyarakat juga tak perlu terpancing dengan pernyataan seseorang yang dinilai berbeda. Pendekatan penyelesaian seperti ini dengan menggunakan UU ITE sangatlah berlebihan dan bertentangan nilai-nilai HAM,” tutur Samsudin.
Samsudin berpandangan seolah Indonesia berpindah pada pemerintahan rezim yang penuh teror. Akibatnya, harapan akan demokratisasi, perlindungan terhadap harkat martabat manusia dan kebebasan berpendapat hanya jadi mitos belaka.
“Hukum pidana dalam UU ITE lagi-lagi menunjukkan tajinya. Ia memasung kebebasan berpendapat warga negara,” jelasnya. (kim/mon)