Sektor Kelistrikan di DIY Tumbuh, Anggota AKLI Mati Suri karena Regulasi

Musda XII DPD AKLI DIY 2020 di Yogyakarta, Kamis (13/2/2020). (dok. kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Pertumbuhan jasa kelistrikan di DIY saat ini dinilai cukup bagus. Bahkan cenderung meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.

Bacaan Lainnya

Ketua bidang hubungan Kelembagaan Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Kontraktor Lisrik dan MekanikaI Indonesia (AKLI) DIY, Muslih mengungkapkan, saat ini pertumbuhan kelistrikan di DIY mencapai 13% atau meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang masih di angka 5%.

Namun demikian, para pelaku jasa konstruksi, khususnya yang tergabung dalam AKLI DIY mengaku cukup kesulitan untuk mengikuti regulasi pemintah yang masih tumpang tindih.

Pihaknya mencontohkan regulasi yang tumpang tindih itu terkait Sertifikat Badan Usaha (SBU), baik yang diterbitkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) maupun yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“Dua institusi menerbitkan SBU sementara di tingkat pemakai, dalam hal ini dari Pemda atau lainnya itu hanya memilih salah satu, sehingga dua-duanya harus kami ikuti,” jelas Muslih kepada kabarkota.com, di sela-sela Musda XII AKLI DIY 2020, di Yogyakarta, Kamis (13/2/2020).

Untuk memenuhi persyaratan tersebut, kata Muslih, bagi sebagian besar anggota AKLI DIY cukup berat. Mengingat, perusahaan harus berbentuk PT, dan tenaga kerjanya harus bersertifikasi semua. Padahal, 80% anggota AKLI merupakan pelaku jasa konstruksi skala kecil yang masih berbentuk CV.

“Kalau yang tadinya CV berubah menjadi PT, itu kan membutuhkan biaya,” ucap Muslih. Selain itu juga masalah tenaga kerja yang harus bersertifikat Sedangkan untuk setiap satu sertifikat juga membutuhkan biaya yang cukup tinggi.

“Itu yang menjadi kendala, karena yang kecil-kecil ini mengalami keterbatasan modal, keterbatasan SDM yang harus bersertifikat semua,” imbuhnya.

Bahkan, Muslih mengaku, banyak anggota AKLI DIY yang akhirnya mati suri ataupun gulung tikar karena tak sanggup memenuhi persyarakat tersebut. Dari 90-an anggota, kini hanya tersisa sekitar 40-an yang masih aktif.

Untuk itu pihaknya berharap, agar regulasi yang ada tak lagi tumpang tindih. Antarkementerian semestinya bersinergi dalam menentukan aturan mana yang sebaiknya dipakai.

Wakil Ketua II LPJK DIY, Sardu juga membenarkan masih adanya tumpang tindih regulasi di tingkat pemerintah pusatm Namun itu harus tetap diikuti oleh para pelaku usaha, sehingga sering dianggap sebagai hambatan karena perubahannya yang kadang terlalu cepat.

“Regulasi itu dibangun agar performancenya lebih baik cuma perubahan-perubahan (yang terlalu cepat) itu memang menjadi kendala.

Semestinya, Sardi juga berpendapat bahwa memang para pemangku kebijakan di tingkat pusat bisa saling bersinergi sehingga petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan di tingkat bawah bisa menyesuaikan.

Di sisi lain, Sardi menilai bahwa setifikasi SDM memang menjadi satu kebutuhan yang tak terelakkan di era sekarang. Terlebih, dalam menghadapi persaingan global yang kian kompetitif.

Sardi menyebut, saat ini jumlah tenaga kerja yang bekerja di bidang konstruksi secara Nasional berjumlah 8.3 juta orang. Namun yang bersertifikat kurang dari 700 ribu orang atau baru sekitar 7.6%.

Sementara Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam sambutan tertulis yang dibacakan Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X berharap, ke depan, AKLI DIY tak hanya sebagai sebuah komunitas bisnis semata, melainkan juga harus bisa berperan aktif dalam ‘urun rembug’ pengelolaan listrik di DIY. Dengan begitu, AKLI DIY dapat berbuat lebih banyak dalam mendukung pengembangan daerah, melalui rencana strategis dan inovasi-inovasi yang dihasilkan dalam Musda XII AKLI DIY tahun 2020 ini. (Rep-01)

Pos terkait