Terdakwa, Fatkhurrohman saat di persidangan PN Sleman, Selasa (4/4/2017). (Sutriyati/kabarkota.com)
SLEMAN (kabarkota.com) – Persidangan kasus cat lover Yogyakarta, Fatkhurrohman yang terjerat Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) di Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Selasa (4/4/2017), menghadirkan saksi-saksi dari pihak pelapor.
Dua di antara lima saksi yang memberikan keterangan dalam persidangan kali ini adalah Laili dan Widya yang merupakan dokter hewan di klinik Naroopet, tempat kucing Fatkhur dipotong bulu matanya hingga mengalami iritasi parah setelahnya.
Saat kuasa hukum Fatkhur dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta mempertanyakan tentang ijin praktek para dokter tersebut, keduanya mengakui bahwa memang ketika Fatkhur memeriksakan kucingnya di klinik tersebut, para dokter hewan yang dipekerjakan belum mengantongi Surat Ijin Praktik Vertiner (SIPV).
Laili mengatakan, dirinya baru memiliki SIPV pada tahun 2016. Mengingat, di tahun 2015 itu, Pemerintah Kabupaten Sleman belum memiliki regulasi soal perijinan tersebut.
Hal senada juga disampaikan Widya. Menurutnya, pihak yang berwenang menerbitkan SIPV adalah pemerintah daerah di masing-masing kabupaten, melalui dinas terkait.
“Di Yogyakarta, kabupaten yang pertama menerbitkan SIPV adalah Bantul,” kata Widya yang kini tak lagi bekerja di klinik Naroopet.
Meski begitu, Widya menyatakan, pihaknya telah mengantongi Surat Tanda Registrasi Vertiner (STRV) yang dikeluarkan oleh Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) pusat dan berlaku di semua wilayah Indonesia yang berlaku selama lima tahun.
Sebelumnya, luapan kekecewaan di postingan akun facebook milik Fathur pada Februari 2016 yang kini menyeretnya ke meja hijau, salah satunya juga dilatar-belakangi karena ia mempertanyakan tentang ijin praktek dokter yang menangani kucingnya di klinik itu. (Rep-03/Ed-03)