Webinar “Mencari Bentuk Ideal Lembaga Pengganti SKK Migas” yang digelar LKBH UII Yogyakarta, Sabtu (5/12/2020). (dok. screenshot youtube)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) terbentuk berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2013.
Perpres yang diterbitkan pada masa pemerintahan Presiden, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut menetapkan SKK Migas menggantikan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang resmi dibubarkan setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) putusan MK No. 36/PUU-X/2010 tertanggal 13 November 2012.
Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas, Fahmi Radhi menjelaskan, merujuk pada Perpres No. 9/2013 itu, SKK migas berada di bawah kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sifatnya lembaga sementara. Namun demikian, perubahan status SKK Migas tidak bisa serta-merta dilakukan, melainkan harus melalui perubahan Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Migas.
Oleh karena itu, pihaknya telah mengusulkan agar UU Migas segera direvisi, salah satunya guna mengubah kelembagaan SKK Migas yang telah berusia 7 tahun tersebut. Mengingat, Undang-Undang Cipta Kerja yang baru-baru ini disahkan tidak spesifik mengatur tentang penggantian SKK Migas menjadi BUMN Khusus. Sementara jika tak segera diubah, maka pihaknya khawatir SKK Migas menjadi lembaga yang inkonstitusional.
“SKK Migas harus segera diubah menjadi BUMN Khusus,” kata Dosen FEB UGM ini dalam Webinar tentang Mencari Bentuk Ideal Lembaga Pengganti SKK Migas, Sabtu (5/12).
Dengan BUMN Khusus itu nantinya, pengelolaannya dipisahkan dari keuangan Negara, sehingga bisa bergerak lebih lincah. Pasalnya, bisa mengambil alih seluruh kontrak migas dengan inverstor. Sekaligus mengelola aset dan 1.200 karyawan yang selama ini berada di bawah SKK Migas.
“BUMN Khusus bisa mengupayakan eksploirasi migas lebih optimal, dalam rangka pencapaian lifting 1 juta barel per hari pada tahun 2030,” ucapnya.
Sementara Mantan Wakil Menteri ESDM, Rudi Rudiandini mengusulkan, pembentukan Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang berada di bawah Kementerian ESDM sebagai pengganti SKK Migas. “Bentuk institusi yang optimum adalah BHMN karena penerimaan Negara langsung ke kas Negara,” kata Rudi.
Selain itu, juga ada kewajiban pembentukan Majelis Wali Amanat (MWA) yang merepresentasikan wakil pemerintah, daerah (DPD), masyarakat (DPR), dan profesional. Kuasa pertambangan menjadi ranahnya BHMN, namun usaha pemanfaatan migas di hilir menjadi bagian dari Direktorat Jenderal Migas di Kementerian ESDM. (Rep-01)