Pelatihan Sekolah yang Damai Anti Kekerasan di PSKP UGM, pada Senin (22/1/2024). (dok. kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) UGM menggelar Pelatihan Sekolah yang Damai dan Anti Kekerasan untuk para guru, khususnya Kepala Sekolah, pada 22 – 23 Januari 2024.
Dosen Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik (MPRK) UGM yang menjadi salah satu pengajar pelatihan, Dody Wibowo mengatakan, pelatihan ini dilatarbelakangi oleh tiga hal. Pertama, tindak kekerasan di tingkat satuan pendidikan di Indonesia, akhir-akhir ini menunjukkan angka yang tinggi. Baik dalam bentuk kekerasan langsung maupun tidak langsung yang dilakukan oleh siswa maupun pendidik.
“Jumlah peristiwa kekerasan itu, yang banyak terjadi di level SD dan SMP dibandingkan di level SMA,” jelas Dody kepada kabarkota.com, di PSKP UGM, pada Senin (21/1/2024).
Kedua, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah menerbitkan Permendikbudristek nomor 46 tahun 2023 tentang pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP), pada bulan Agustus 2023 lalu. Salah satu poin penting dalam peraturan ini ialah pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di tingkat Satuan Pendidikan. Kewajiban tersebut perlu diapresiasi dan didukung. Namun, ada kesenjangan di lapangan tentang pemahaman para pihak di Tingkat Satuan Pendidikan yang belum komprehensif tentang konsep-konsep kekerasan sehingga tim yang dibentuk tidak dapat berjalan efektif.
“Pemahaman sekolah tentang penanganan atau manajemen konflik masih sangat minim karena sangat jarang ada pelatihan seperti ini,” tegasnya.
Ketiga, pihaknya ingin agar anak-anak bersekolah di lingkungan yang baik serta bisa berkontribusi pada pembentukan lingkungan masyarakat yang juga baik.
Oleh karena itu, menurut Dody, pendidikan perdamaian kepada manajemen sekolah sebagai pihak yang memiliki tanggung jawab paling besar dalam mengarahkan sekolah, melalui pembuatan dan pengambilan keputusan menjadi hal yang penting diberikan.
“Pelatihan ini tujuannya tidak sekadar membekali peserta dengan pengetahuan dan keterampilan saja, tetapi lebih dari itu, kami ingin ada perubahan cara berpikir (mindset) dari pihak menajemen sekolah agar mereka memiliki nilai-nilai perdamaian,” tegas Doktor bidang Perdamaian dari The University of Otago, New Zeland ini.
Penasihat dan Implementator Kegiatan Pendidikan Perdamaian di Sekolah Sukma Bangsa Aceh ini berharap, setelah mengikuti pelatihan ini nantinya, para guru bisa membentuk tim penanganan kekerasan di sekolah masing-masing dengan lebih baik. Termasuk, dalam melakukan pencegahan terjadinya bullying atau pun kekerasan di sekolah.
Pelatihan selama dua hari ini, terdiri atas pengenalan konsep damai, ragam bentuk kekerasan, dan pemahaman tentang perundungan sebagai materi di hari pertama. Sedangkan pada hari kedua, para peserta akan diajari tentang manajemen sekolah yang peduli, budaya sekolah yang damai dan anti kekerasan, mekanisme penyelesaian masalah, serta strategi kegiatan internalisasi nilai-nilai damai dan anti kekerasan.
Selain Dody Wibowo, pemateri lainnya adalah psikolog, Dewi Nugraheni; dan Pemerhati Pendidikan, Leony Sahetapi.
Kelas ini juga terbuka setiap bulannya untuk para guru dari sekolah-sekolah yang memiliki komitmen dalam membangun sekolah yang damai dan anti kekerasan. (Adv/Rep-01)