YOGYAKARTA (Kabarkota.com) – Pernyataan kontroversial dari dr Lois Owien yang mengaku tidak percaya adanya Covid-19 dan menyebut bahwa banyaknya kematian pasien terkonfirmasi Covid-19 disebabkan oleh interaksi antarobat, ditanggapi oleh Dr Nanung Danar Dono, dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
Nanung mengaku dirinya telah menonton rekaman video pernyataan dr Lois, dan dia prihatin melihatnya. Sebab, Lois mengatasnamakan profesinya sebagai seorang dokter.
Yang mengherankan, kata Nanung, Lois mengaku dokter tetapi seperti tidak paham penyakit. Terlebih pandemi Covid bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi di seluruh negara di dunia.
“Kasus sudden death itu banyak. Nah, kalau dr Lois ini mau ke rumah sakit, mau ke UGD, pasti tahu bahwa orang konfirm positif covid kemudian meninggal,” jelasnya.
Nanung menambahkan, jika saja Lois belajar tentang kesehatan paru-paru dan pernafasan, seharusnya dia paham bahwa habitat virus Corona bisa di rongga hidung, bronkus, dan bisa di alveolus.
Jika virus itu sudah tiba di alveolus, bisa mengganggu pertukaran oksigen dan karbondioksida. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya happy hepoxia, yaitu tidak merasakan apa-apa tapi kemudian tidak bisa bernafas karena saturasi oksigen sangat rendah.
Mengenai penjelasan Lois tentang PCR, Nanung menyebut bahwa Lois tidak paham cara kerja PCR. Sehingga mengatakan bahwa hasil tes PCR tergantung dinamika alat. “Nampak sekali bahwa tidak paham tentang PCR. Yang namanya PCR itu berbasis sekuensi DNA, urutan kode genetik pada DNA.”
Nanung mencontohkan proses uji sampel menggunakan PCR pada pengecekan kandungan babi dalam makanan. Adanya kandungan DNA babi pada makanan bisa terdeteksi melalui PCR yang menggunakan kit DNA babi.
Demikian pula untuk mengetes ayah kandung dari seorang anak, bisa mnggunakan uji PCR dengan kit DNA dari pria yang diduga merupakan ayah biologis si bayi.
“Bagaimana cara dokter forensik melacak? Menggunakan PCR. Karena setiap orang punya sekuensing DNA yang spesifik, jadi nanti DNA bayi dicocokkan dengan DNA siapa.”
Begitu pula dengan mendeteksi virus Corona, sebab virus Corona memiliki sekuensing DNA yang berbeda dengan virus lain. Kesimpulannya, lanjut dia, hasil tes menggunakan alat PCR bukan disebabkan oleh dinamika alat.
“Nampak jelas bahwa dr Lois ini tidak paham tentang PCR dan hanya menduga-duga, begitu. Ini menyedihkan,” tuturnya.
Mengenai pernyataan Lois yang menyebut bahwa banyak pasien yang meninggal saat dirawat di rumah sakit, Nanung mengatakan, jumlah orang terkonfirmasi positif Covid-19 yang meninggal ketika isoman juga banyak. Hanya saja Lois ini tidak tahu itu.
“Jangan dikira dokter di seluruh dunia itu bodoh seperti ibu ini. Kalau dokter ahli di seluruh dunia menyatakan ini covid, itu nyata. Kalau ada beberapa orang mengatakan bahwa itu tidak nyata, perlu dikonfirmasi lagi pemahaman dia tentang virus,” urainya.
Nanung juga menanggapi pernyataan Lois tentang tudingan konspirasi penjual vaksin dalam pandemi ini. Kata Nanung, beberapa negara produsen vaksin justru merupakan negara dengan jumlah korban meninggal terbanyak, salah satunya adalah Amerika Serikat.
“Menjual vaksin itu bukan seperti menjual nasi goreng atau bakwan karena butuh uang. Bukan seperti itu. Tapi itu respons untuk menghentikan wabah,” ucapnya.
Reporter: Kurniawan
Editor: Jidi