2019, Politik Hukum Presiden di Bidang Legislasi Dinilai Lemah

Diskusi Akhir Tahun “Catatan Kritis Bidang Ekonomi, Sosial, Politik, dan Hukum Tahun 2019, di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Senin (30/12/2019). (dok. kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Dosen Fakultas Hukum (FH) UGM, Zaenal Arifin Mochtar menilaI, sepanjang tahun 2019 ini, politik hukum Presiden di bidang legislasi masih lemah.

Bacaan Lainnya

Hal tersebut disampaikan Zaenal dalam Diskusi Akhir Tahun “Catatan Kritis Bidang Ekonomi, Sosial, Politik, dan Hukum Tahun 2019, di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Senin (30/12/2019).

Padahal menurutnya, dalam sistem presidensial sebagaimana dianut oleh Indonesia, Presiden seharusnya sebagai raja secara konstitusi, karena tanggung-jawab legislasinya sangat kuat.

Namun yang terjadi sebaliknya. Zaenal mencontohkan, politik hukum Presiden di wilayah pemberantasan korupsi sangat lemah. Hal itu terbukti dengan pengesahan revisi UU KPK, dan rancangan Peraturan Presiden (Perpres) yang justru akan menghilangkan independensi lembaga anti-rasuah tersebut.

Catatan lainnya, lanjut mantan Direktur Pukat UGM ini, pembangkakan kewenangan pemerintah yang seharusnya menjadi ranah pengadilan.

“Dalam pembatasan Ormas (oleh pemerintah) itu tidak tepat. Pemerintah semestinya hanya administrator, sedangkan pembubaran itu oleh Pengadilan,” anggap Zaenal.

Di sektor ekonomi, sebut Zaenal, penegakan hukum yang dijalankan saat ini semangatnya lebih untuk mendorong percepatan ekonomi dan investasi. Salah satunya, dengan munculnya wacana Omnibus Law di bidang ekonomi.

“Problemnya, kenapa itu hanya dipakai di wilayah ekonomi saja?” ucapnya

Rektor Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta, Purwo Santosa berpendapat bahwa krisis ideologi yang terjadi tidak lepas dari ilmuwan-ilmuwan Indonesia yang menjadi agen liberalisme tipe baru.

“Liberalisasi yang membanjir telah menghanyutkan kita,” tegas Purwo.

Sementara Dosen Fakultas Ekonomi UGM, Akhmad Akbar Soesamto mengungkapkan, di tahun 2019 ini sebenarnya capaian ekonomi Indonesia tidak bagus.

“Indonesia naik menjadi Negara berpendapatan atas, tetapi dengan PDB per kapita yang masih relatif rendah,” jelasnya.

Oleh karenanya, Akbar menganggap masih sulit berharap capaian ekonomi ke depan akan cepat membaik. (Rep-01)

Pos terkait