Majelis Gereja Pentakosta Laporkan Kasus Pengrusakan Rumah Ibadah ke Polda DIY

SLEMAN (kabarkota.com) – Majelis Gereja Pentakosta mendatangi Polda DIY pada Senin (2/6) siang. Mereka melaporkan tindak pengrusakan rumah ibadah di Pangukan, Tridadi, Sleman, oleh orang tidak dikenal, kemarin.
Majelis Gereja Pentakosta, Yosies Imar mengatakan pelaporan lebih fokus pada pengrusakan tempat ibadah. Pasalnya, setelah para jemaat meninggalkan tempat tersebut, diketahui ada pengrusakan oleh orang tak dikenal.
"Kami melaporkan orang yang melakukan pengrusakaan. Kami tidak tahu siapa yang merusak, sebab saat kejadian kami tidak ada disana," terang dia usai memberikan laporannya.
Majelis Gereja lainnya, Almar Kasmiswara, mengaku tak tahu ada segel terhadap gereja di Pangukan. "Sebagai warga negara kami ingin dijamin kebebasan untuk beribadah. Saat beribadah kami juga ingin tenang," ungkap dia.
Pemerintah setempat, kata Almar, sudah menjanjikan perizinan gereja tersebut, namun hingga kini izinnya belum turun tanpa menyebutkan alasanya.
Ia mengaku selama tiga tahun terakhir ini jemaatnya harus menyewa tempat di Pasific Resto Jalan Magelang untuk beribadah. Setiap kali menyewa untuk ibadah menghabiskan dana sekitar Rp 1,5 juta. Padahal dalam sebulan ada empat kali ibadah.
Wakapolda DIY Komisaris Besar Ahmad Dofiri mengatakan, bangunan di Pangukan yang dirusak orang tak dikenal sudah setahun lebih disegel oleh pemerintah Sleman.
"Saat digunakan kemarin memang tanpa sepengetahuan warga, sehingga hal itulah yang memicu kejadian kemarin," kata dia.
Sejauh ini pihak kepolisian, aku dia, masih memeriksa saksi-saksi. Bahkan, penanganannya akan dilakukan secara menyuluruh dan terus didalami.
Ditanya wartawan terkait kemungkinan aksi tersebut ditunggangi oleh kelompok tertentu, ia mengaku belum ada. Menurutnya hal itu dilakukan secara spontan oleh warga.
Seperti diberitakan kabarkota.com, puluhan orang tak dikenal merusak rumah warga Pangukan Tridadi, Sleman, bernama Nico Lomboan kemarin, karena digunakan untuk tempat peribadatan umat Nasrani tanpa izin. Menurut warga, bangunan tersebut didirikan pada 1998 dalam bentuk rumah biasa. Namun pada tahun 2000, bangunannya  diubah menjadi gereja yang digunakan untuk tempat peribadatan jemaat yang umumnya dari luar Pangukan. (jid/rin)

Pos terkait