Ilustrasi (dok. kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Walikota Yogyakarta, Hasto Wardoyo dan Wakil Walikota, Wawan Harmawan mulai menjalankan mandat sebagai Kepala Daerah, sejak dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto di Jakarta, pada 20 Februari 2025.
Itu artinya, janji-janji politik yang mereka sampaikan ke masyarakat Yogyakarta saat masa kampanye Pilkada 2024, sudah saatnya direalisasikan. Salah satunya, terkait janji mengatasi masalah sampah.
Di tengah hiruk pikuk Yogyakarta sebagai Kota wisata, pendidikan, dan budaya ini, sampah masih menjadi problem besar, karena selain mengganggu kenyamanan, juga mengancam kesehatan lingkungan.
Dian, warga Sleman yang kantor kerjanya berada di dekat depo sampah Kotabaru mengungkapkan, saat ini, volume sampah di depo tersebut semakin memanjang hingga membentuk ‘pagar’ karena saking banyaknya.
“Baunya sangat tidak enak,” ucap Dian kepada kabarkota.com di Yogyakarta, pada 21 Februari 2025. Terlebih di musim hujan seperti saat ini.

Tak hanya di Kotabaru, tetapi juga Kawasan Malioboro yang menjadi pusat destinasi wisata dan aktivitas ekonomi di Kota Yogyakarta.
Baru-baru ini, sebuah unggahan video tentang tumpukan sampah di lahan eks Teras Malioboro 2 viral di platform x. Bahkan, Lahan yang dulunya menjadi shelter bagi Pedagang Kaki Lima (PKL) Malioboro itu berada di antara Hotel berbintang dan gedung DPRD DIY.
Di titik lain, pedagang sayuran di Pasar Beringharjo Yogyakarta, Neneng juga mengeluhkan aroma tak sedap yang menyengat dari tumpukan sampah di sana.
“Itu sangat mengganggu kenyamanan kami dan pengunjung,” tuturnya kepada wartawan, saat mendapatkan kunjungan dari rombongan Komisi IV DPR RI di Pasar Beringharjo, pada 19 Februari 2025.
Di lain pihak, Pelaksana Tugas (Plt.) Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta, Agus Tri Haryono memaparkan bahwa berdasarkan data DLH yang tercatat sepanjang tahun 2024, total timbunan sampah di Kota Yogyakarta mencapai 109.704,11 ton per tahun atau setara dengan 300,5 ton per hari.
“Jadi, angka timbunan sampah per kapita tidak selalu sebanding dengan jumlah populasi. Namun, lebih dipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi, dan budaya,” kata Agus saat peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) Kota Yogyakarta, di SMPN 8 Yogyakarta, pada 21 Februari 2025.
Rencana 100 Hari Kerja Walikota Yogya Tangani Sampah
Menanggapi berbagai persoalan sampah tersebut, Walikota Yogyakarta, Hasto Wardoyo mengaku, sejak dirinya belum dilantik pun, banyak masyarakat yang mengingatkan agar segera mengatasi permasalahan sampah di kota Yogyakarta.
Oleh karenanya, dalam 100 hari pertama masa kerjanya, Hasto akan mencoba menyelesaikan masalah sampah di hilir, dengan mengoptimalkan penggunaan incinerator sehingga sampah yang akan diolah tidak perlu dipilah lagi.
“Untuk menyelesaikan di hilir itu minimal bisa 230 ton per hari. Kalau tidak, sulit untuk menyelesaikannya karena sampah di depo-depo itu lebih dari 1.600 ton,” ungkap mantan Bupati Kulon Progo ini, di Yogyakarta, pada 21 Februari 2025.
Selain itu, Hasto juga telah meminta seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Pemkot Yogyakarta agar melakukan refocusing. Yakni, membuat fokus baru tentang satu hal, yang dalam hal ini adalah masalah sampah.
“Refocusing itu tidak harus uangnya, tetapi bisa juga perhatian yang cukup,” jelasnya.
Mantan Kepala BKKBN ini juga menginstruksikan agar Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) melakukan pemetaan dan pemantauan titik-titik tumpukan sampah di Kota Yogyakarta selama satu minggu ke depan. Kemudian, pihaknya akan mendirikan Posko di tempat-tempat penumpukan sampah itu antara 1 bulan hingga 100 hari kerja.
Menurutnya, salah satu tugas dari posko itu nanti adalah melakukan pengawasan terhadap oknum-oknum tak bertanggung-jawab yang membuang sampah di sana.
“Kalau masih ada orang yang membuang sampah di situ padahal bukan depo, maka orang itu bisa kami tangkap,” tegasnya.
Lebih lanjut Hasto menambahkan, setelah permasalahan sampah di hilir relatif bisa diatasi, maka pihaknya akan melakukan penanganan di tingkat hulu, dengan memperbaiki tata kelola sampah di Kota Yogyakarta.
Sebelumnya, dalam konferensi pers di Yogyakarta pada 20 Januari 2025, Hasto juga menyampaikan bahwa pihaknya telah mentransisikan sebagian konsep-konsepnya tentang sampah kepada Pemkot.
“Saya tidak mau melihat ada orang antre membuang sampah di depo. Keinginan saya, sampah warga dijemput di rumah mereka masing-masing, kecuali mereka sepakat dengan RT/RW untuk mengumpulkan sampahnya di lingkungannya, bukan ke depo,” paparnya.
Mengingat, Hasto menilai, depo-depo yang ada saat ini berada di lokasi yang tidak strategis sehingga mengganggu pandangan, dan tidak etis, seperti di pinggir jalan.
Lebih dari itu, Hasto tak menginginkan warga Kota Yogyakarta direpotkan lagi dengan masalah sampah setiap hari sehingga harus ada petugas atau porter yang mengambil sampah mereka ke depo.
“Mungkin itu salah satu kebijakan yang akan kami ambil,” sambung Hasto.
Pihaknya mengaku telah menghitung potensi sampah per hari yang harus dibersihkan, dengan unit kendaraan yang bisa mengangkutnya ke tempat-tempat pengelolaan sampah di Kota Yogyakarta.
Hasto memperkirakan, total sampah per hari di kota Yogyakarta sekitar 300 ton dan tumpukan sampah di depo paling sedikit 1.040 ton yang harus dibersihkan.
Jika Pemkot memiliki 40 unit truk yang bisa dioperasikan setiap hari dan satu truk bisa memuat 5 ton sampah, maka Hato memperkirakan, dalam sekali muat 200 ton sampah akan terangkut.

Sementara, kemampuan Pemkot menyelesaikan sampah maksimal 165 ton per hari, mengggunakan incinerator di TPST, UPT PSN, dan TPS 3R.
Oleh karenanya, Hasto menganggap, pihaknya perlu menjalin kerja sama dengan pengelola TPA di luar pemerintah, serta memberdayakan sebanyak mungkin masyarakat untuk terlibat dalam pengelolaan sampah di Kota Yogyakarta. Bahkan, UPT bisa menjadi BLUD maupun BUMD sehingga bisa bekerja lebih cepat dalam mengatasi persoalan sampah.
“Kami sudah membocorkan sedikit soal ini ke Pemkot agar mereka bisa menyesuaikan dengan apa yang akan kami kerjakan,” ucap Hasto kala itu. (Rep-01)