Ilustrasi (dok. kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (UUK DIY) genap berusia delapan tahun atau sewindu pada 31 Agustus 2020 atau hari Senin ini.
Staf Pengajar Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Tunjung Sulaksono menilai, selama ini masih ada masih ada “lag” antara antara program-program keistimewaan yang dirumuskan oleh pemda DIY dengan dampaknya di desa atau pedukuhan. Hal itu terjadi, salah satunya karena belum efektifnya program-program tersebut dalam “menembus” hingga level desa/pedukuhan.
“Desa ataupun pedukuhan secara adminisitratif berada di bawah rentang kendali pemerintah Kabupaten atau Kota yang kadang belum menempatkanurusan keistimewaan tertentu sebagai prioritas pembangunan daerahnya masing-masing,” jelas Tunjung kepada kabarkota.com, Senin (31/8/2020).
Untuk itu, kata Tunjung, perlu adanya upaya penyelarasan program kegiatan tiap Pemerintah Kababupaten/Kota, khususnya dalam urusan keistimewaan. PIhaknya berharap, keluarnya Perdais no 1 tahun 2018 tentang Kelembagaan Pemda DIY yang dijabarkan dalam Pergub DIY No. 131/2018 dan Pergub DIY No 25/2019, serta dioperasionalisasikan dengan beberapa Keputusan Gubernur ttg Penugasan Urusan Keistimewaan kepada Pemkab/Pemkot bisa menjadi jawaban atas persoalan kelembagaan yang terjadi selama ini.
Dengan begitu, lanjutnya, penetrasi program-program keistimewaan dari Dana Keistimewaan (Danais) bisa lebih dioptimalkan hingga tingkat ke desa/pedukuhan dan bisa dirasakan keberadaan dan manfaatnya bagi masyarakat.
“Saya kira memang perlu waktu agar perangkat kelembagaan pemerintah melakukan penyelarasan dengan perubahan-perubahan tersebut,” anggapnya.
Sementara Wakil Walikota Yogyakarta, Heroe Poerwadi berdalih bahwa untuk pengelolaan Danais di tingkat Kabupaten/Kota mengacu pada UUK DIY, sehingga anggarannya untuk pembiayaan lima unsur keistimewaan yang meliputi, kebudayaan, pertanahan, kelembagaan, tata ruang dan tatacara pengisian jabatan.
“Kami diberi DKK untuk akses Danais, tetapi peruntukannya sudah diatur oleh UU,” tegasnya.
Sedangkan untuk mewujudkan kesejahteraan atau menekan kemiskinan termasuk di tingkat kelurahan atau kampung, maka programnya terkait lima unsur keistimewaan tersebut, dan alokasinya sesuai dengan UU saja. (Rep-04)