Anak Meregang Nyawa di Tahanan, Perempuan ini Mengadu ke LBH Yogya

Jumpa pers terkait kasus kematian Erni, di kantor LBH Yogyakarta, Selasa (7/3/2017). (sutriyati/kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Mata Tuginem, perempuan asal Klaten, Jawa Tengah, tampak berkaca-kaca saat mengenang kembali nasib tragis anak perempuannya, Erni Ningsih saat berada di Rumah Tahanan (Rutan) dan dititipkan di sel kepolisian wilayah Beran, Sleman.

Bacaan Lainnya

Perempuan paruh baya itu mengungkapkan putrinya meninggal dunia, sehari setelah tiga orang polisi dari Polsek Seyegan, Sleman menjemputnya dengan paksa, dan ditahan atas tuduhan kasus perzinaan.

Ketika dijemput paksa pagi itu, tanggal 17 Agustus 2016, kata Tuginem, Erni masih dalam kondisi lemah karena baru saja mengalami keguguran, dalam usia kehamilan yang telah memasuki usia 7 bulan. Menurutnya tak hanya dijemput paksa, Erni juga mendapatkan perlakuan yang tak menyenangkan dari aparat kepolisian tersebut, dengan kekerasan verbal.

“(Polisi bilang) Kalau kamu (Erni) laki-laki, sudah kupukuli,” ucap Tuginem saat mengadu ke Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Selasa (7/3/2017).

Adik kandung almarhumah, Agung Nugroho yang ikut mendampingi ibunya di kantor LBH, juga menceritakan, awal mula terjadinya petaka rumah tangga yang dialami kakaknya tersebut.

Sebelumnya, Erni menikah siri dengan seorang warga Seyegan, Sleman bernama Suhardi. Namun, ternyata, suami siri Erni masih terikat pernikahan dengan perempuan lain. Saat mengetahui hubungan tersebut, si perempuan melaporkan Erni dan Suhardi ke Polsek Seyegan, dengan tuduhan perzinaan. Saat dilaporkan itu, Erni tengah berbadan dua dan harus menjalani tahanan luar selama sebulan, sehingga harus bolak-balik Seyegan – Klaten, untuk melapor.

Karena kondisi fisik melemah, Erni mengalami keguguran pada 12 Agustus 2016, sebelum akhirnya dijemput paksa polisi, dan dinyatakan meninggal di rutan Polsek Beran, sebagai tahanan titipan, pada 18 Agustus 2016.

Menanggapi aduan itu, emanuel Gobay dari LBH Yogyakarta menyatakan akan mendampingi keluarga Almarhumah Erni, agar proses hukumnya dituntaskan. Sebab, saat pihaknya melaporkan kasus dugaan pelanggarab kode etik kepolisian ke propam, pihak kepolisian menyatakan kasus kematian Erni telah ditutup, dengan dalih tersangka mengalami serangan jantung saat berada di tahanan.

“Kami kecewa terhadap propam, karena jelas-jelas ada pembiaran dan tidak dipenuhinya hak kesehatan tersangka perempuan, sebagaimana dijamin dalam pasal 10 huruf f, Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2009,” sesalnya.

Selain itu, lanjut Emanuel, sikap kepolisian dalam hal ini penyidik terhadap Erni juga melanggar pasal 359 KUHP, yakni kelalaian yang menyebabkan kematian. Padahal semestinya, polisi sebagai ujung tombak penegakan hukum, dapat menegakkan semua peraturan HAM, baik secara nasional maupun internasional, sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Kapolri tentang Implementasi Standar dan Pokok Pokok HAM, dalam tugas kepolisian. (Rep-03/Ed-03)

Pos terkait