Ilustrasi (dok. Kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Buruh gendong merupakan bagian dari pekerja informal yang hingga kini masih luput dari perhatian pemerintah. Berbeda dengan pekerja di sektor-sektor lainnya, para buruh gendong yang umumnya kaum perempuan hampir tidak mendapatkan pengakuan, apalagi perlindungan yang layak sebagai buruh.
Aktifis Yayasan Annisa Swasti (Yasanti) Yogyakarta, Hikmah Diniah yang selama ini memberikan pendampingan para buruh gendong perempuan mengatakan, tidak adanya pengakuan dan perlindungan tersebut akan menjadi bagian dari fokus perjuangan, pada peringatan Hari Buruh Internasonal (Mayday) yang jatuh pada 1 Mei 2016 mendatang .
“Selain buruh gendong, pada Mayday tahun 2016 ini, kami juga akan memperjuangkan hak-hak bagi pekerja rumahan, pekerja mandiri, dan buruh industri,” kata Hikmah saat ditemui kabarkota.com di kantornya, Rabu (27/4/2016).
Untuk pekerja informal, termasuk para buruh gendong, lanjut Hikman, fokusnya pada syarat pemenuhan hak jaminan kesehatan dan keselamatan kerja, upah layak, serta fasilitas kerja dari pelaku usaha bagi buruh rumahan, dan jaminan sosial bagi mereka.
Sedangkan untuk buruh industri, menurutnya, peringatan masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya, yakni peringatan upah layak dan hak atas cuti, libur, dan menolak outsourcing, serta PHK.
“Kami juga menolak adanya intimidasi terhadap gerakan aktifis buruh yang memperjuangkan hak-hak mereka,” tegasnya. Mengingat, ia berpendapat bahwa saat ini, terutama Yogyakarta sudah tidak lagi menjadi tempat yang aman bagi pergerakan sipil.
Rencananya, pada 1 Mei mendatang, para buruh perempuan yang tergabung dalam sebuah aliansi juga akan menggelar aksi bersama di kawasan Malioboro Yogyakarta. (Rep-03 / Ed-03)