Mbah Tupon masih Menanti Ketok Palu Keadilan atas Tanahnya

Mbah Tupon (tengah) memunjukkan surat kuasa dalam persidangan perdata di PN Bantul, yang akan digelar pada 2 Juli 2025 mendatang. (dok. kabarkota.com)

BANTUL (kabarkota.com – Langit mulai meredup saat halaman rumah Mbah Tupon di Padukuhan Ngentak, Kalurahan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, DIY itu berubah menjadi ruang tunggu informasi bagi para jurnalis, warga, hingga aparat keamanan. Waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB, namun Tim Kuasa Hukum yang dijadwalkan memberikan keterangan pers terkait perkembangan kasus mafia tanah yang membelit Mbah Tupon, belum juga datang.

Di tengah suasana yang canggung namun penuh simpati itu, tuan rumah tetap menunjukkan keramahan. Sejumlah kursi plastik merah berjejer, disandingkan dengan suguhan sederhana berupa kacang tanah rebus, singkong hangat, serta kopi, teh, dan air mineral dalam kemasan cup. Sesekali obrolan dan tawa memecah suasana, semua mata tertuju pada teras rumah sederhana itu—menanti kepastian.

Bacaan Lainnya

Satu jam kemudian, satu per satu anggota tim hukum berdatangan. Konferensi pers akhirnya dimulai, dibuka oleh salah satu anggota tim kuasa hukum Mbah Tupon, Sukiratnasari. Ia mengabarkan bahwa dari total tujuh tersangka yang telah teridentifikasi, enam di antaranya telah resmi ditahan.

“Kami sudah mendapatkan informasi sore ini bahwa enam orang telah ditahan. Satu orang lainnya masih terkendala karena kondisi kesehatan,” jelas perempuan yang akrab disapa Kiki ini kepada wartawan, pada 19 Juni 2025.

Kasus yang menjerat nama-nama tersebut ternyata tidak berdiri sendiri. Kiki menjelaskan, berdasarkan hasil penyidikan, saat ini sedang dicari celah hukum agar sertifikat tanah milik Mbah Tupon bisa kembali dibalik-nama.

“Kami berharap dari hasil putusan pidana ini, bisa ada ruang agar SHM kembali atas nama Mbah Tupon. Ini bukan hanya soal hak, tapi juga soal keadilan,” tegasnya.

Tak hanya soal pidana, tim kuasa hukum juga sedang mempersiapkan diri menghadapi gugatan perdata. Menurut mereka, justru dari gugatan itulah diketahui bagaimana proses pembalikan nama sertifikat bisa terjadi—sebuah celah yang membuka tabir manipulasi di antara pihak-pihak yang diduga terlibat.

Mbah Tupon, Korban yang turut jadi Tergugat dalam Sidang Perdata

Keluarga Mbah Tupon, mendengarkan penjelasan pengacara. (dok. kabarkota.com)

Di sisi lain, anak Mbah Tupon, Heri Setiawan tak bisa menyembunyikan kegelisahannya. Ia sempat terkejut saat menerima surat yang menyatakan bahwa justru ayahnya yang notabene korban, kini justru ikut terseret ke meja hijau dengan statusnya sebagai turut tergugat.

“Saya sempat baca surat itu. Kaget, karena korban malah digugat,” ucapnya dengan nada getir.

Meski demikian, Heri tetap menaruh harapan kepada penegak hukum untuk berlaku adil dan jujur, terutama mengingat kondisi ayahnya yang sudah Lanjut Usia (Lansia), dan berasal dari kalangan masyarakat kecil.

“Harapan saya, sidang perdata nanti bisa memberi kejelasan dan mengembalikan hak kami,” harapnya. Ia juga mengaku siap menghadiri sidang perdata yang akan digelar perdana di Pengadilan Negeri (PN) Bantul, pada 2 Juli 2025 mendatang.

Sementara Mbah Tupon sebagai korban justru tak banyak bicara. “Saya hanya ingin sertifikat itu kembali atas nama saya,” harap kakek yang tengah menanti ketukan palu keadilan ini. (Rep-01)

Pos terkait