Ilustrasi (dok. pixabay)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK FH UII) menilai, sikap Mahkamah Konstitusi (MK) yang mendorong perubahan besaran angka ambang batas parlemen (Parliamentary Treshold) pada Pemilu 2025 mendatang merupakan bentuk keberpihakan MK dalam memurnikan kembali keberlakuan prinsip kedaulatan rakyat, hak politik, keadilan Pemilu, dan kepastian hukum.
Sikap tersebut telah mengembalikan dan mengukuhkan kembali MK sebagai Pengawal Konstitusi setelah mengalami krisis kemandirian dan imparsialitas pada era sebelumnya,” kata Peneliti PSHK FH UII, Yuniar Riza Hakiki dalam siaran persnya, baru-baru ini.
Menurutnya, perubahan besaran angka 4 persen ambang batas parlemen bisa mencegah banyaknya suara rakyat yang terbuang karena tidak mampu dikonversi menjadi kursi parlemen.
Namun demikian, lanjut Yuniar, ketentuan tentang penghitungan ambang batas parlemen ke depan harus benar-benar didesain untuk keberlanjutan, besaran angka atau persentasenya harus proporsional dengan sistem pemilu guna mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversikan menjadi kursi di DPR.
Selain itu, kata Yuniar, perubahan harus ditempatkan dalam rangka mewujudkan penyerderhanaan partai politik, dan melibatkan partisipasi publik.
“Perubahan harus sudah selesai, sebelum dimulainya tahapan penyelenggaraan Pemilu 2029,” pintanya.
Untuk itu, PSHK FH UII menekankan agar para pembentuk Undang-Undang segera merevisi dan melakukan perubahan ambang batas sesuai dengan ketentuan dan amanat MK guna keperluan Pemilu 2029. MK juga harus melakukan pemantauan dan pelaksanaan atas Putusan MK No: 116/PUU-XXI/2023, tertanggal 29 Februari 2024 ini. (Ed-01)