YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Mulai 1 Juli 2014 pemerintah menaikkan tarif dasar listrik. Kenaikan TDL akan diberlakukan kepada enam golongan seperti industri I-3 non go public, pemerintah P2, penerangan jalan umum P3, serta rumah tangga yang memasang daya listrik mulai 1.300 VA, 2.200 VA, dan 3.500 VA.
Menanggapi hal itu, Kepala Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM, Agus Heruanto Hadna mengatakan, penerapan kebijakan harus mempertimbangkan aspek keadilan, dan kewajaraan atau fairness. Penerapan kebijakan kenaikan TDL bagi industri, dan rumah tangga yang memasang daya listrik cukup besar dinilai masih wajar.
“Penerapan kebijakan kenaikan TDL wajar jika diberlakukan bagi mereka yang memakai listrik cukup tinggi,” ujar Hadna.
Hadna menjelaskan, seperti pajak progresif, semakin tinggi pendapatan maka semakin besar pula pajak yang harus dibayarkan. Tampaknya, kata dia, logika kenaikan TDL seperti itu.
Selain sektor industri dan bisnis, kenaikan TDL menurut Hadna menjadi dilematis bagi wilayah-wilayah seperti Indonesia bagian timur. Minimnya sumber serta pasokan listrik di beberapa daerah tersebut harus dipertimbangkan oleh pemerintah.
“Pertanyaannya kemudian apakah kenaikan TDL ini harus diberlakukan sama bagi tiap daerah? Bisa atau tidak jika subsidi pemerintah untuk pemenuhan kebutuhan energi itu dialokasikan lebih besar ke daerah-daerah yang sumber serta akses listriknya minim. Saya pikir pemerintah perlu untuk menggali lebih jauh tentang persoalan ini,” jelas Hadna lagi. (jid/sin)