Konferensi Pers di kantor Walhi Yogyakarta, Kamis (4/11/2021). (dok. kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Warga Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah (Jateng) semakin resah karena intensitas patroli kepolisian dengan membawa senjata laras panjang dan rompi anti peluru kian meningkat.
Salah seorang warga Wadas, Arofah mengungkapkan, setidaknya dalam 28 hari kerja, tercatat ada 16 kali patroli polisi masuk ke desanya.
“Kedatangan mereka sangat membuat kami resah karena rasa trauma kami kembali setelah adanya peristiwa represif yang dilakukan oleh aparat, tepatnya pada tanggal 23 april 2021 itu. Selain ibu-ibu itu, anak-anak juga merasa trauma itu hadir kembali,” kata Arofah dalam konferensi pers di kantor Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta, Kamis (4/11/2021).
Menurutnya, patroli yang dilakukan aparat secara tidak wajar tersebut seperti menebar teror dan intimidasi sehingga warga merasa terancam dan takut.
Hal serupa juga diakui warga lainnya yang tergabung dalam Kawula Muda Desa Wadas (Kamudewa), Kadir yang mengaku resah dengan kedatangan aparat kepolisian dengan senjata laras panjang.
“Kami seperti teroris di sini,” tegas Kadir.
Gerakaan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas Kecam Intimidasi Aparat terhadap Warga
Dengan adanya keresahan warga tersebut, Gerakan Masyarakat Peduli Alam Wadas mengecam adanya tindakan intimidasi dan teror yang dilakukan oleh aparat terhadap warga.
Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur berpendapat bahwa kepolisian adalah alat negara yang semestinya memberikan perlindungan kepada warga, bukan mengintimidasi dengan melakukan kegiatan di luar prosedur.
“Kalau kemudian ada operasi-operasi kunjungan dengan menggunakan perangkat-perangkat yang berlebihan, maka pertanyaannya, itu akan menghadapi apa?” tanya Isnur.
Oleh karena itu pihaknya berharap agar Kapolri menindak tegas anak buahnya di Jateng yang telah bertindak di luar prosedur tersebut.
Sana Ullaili selaku Koordinator Program Solidaritas Perempuan (SP) Kinasih juga berpandangan bahwa pendekatan keamanan (security approach) yang dilakukan negara dengan menurunkan aparat keamanan di desa Wadas sebenarnya sudah tidak relevan lagi diterapkan karena terbukti gagal dalam penegakan Hak Asasi Manusia (HAM), dan hak asasi perempuan.
Menurutnya, selama ini warga Wadas khususnya perempuan telah mengalami beragam kekerasan fisik dan non fisik, termasuk kekerasan ekonomi dalam bentuk perampasan hak atas ruang hidup mereka karena kerusakan lingkungan akibat proyek-proyek yang digagas oleh pemerintah.
Warga Wadas akan Laporkan Aparat Kepolisian Jateng ke Mabes Polri
Sementara Pengacara Publik LBH Yogyakarta, Julian Duwi Prasetia menegaskan bahwa warga Wadas akan segera mengirimkan laporan ke Mabes Polri terkait sikap aparat kepolisian di Jateng yang melakukan tindakan intimidasi dan teror dengan patroli bersenjata laras panjang yang meresahkan warga.
Meskipun, kata Julian, sebelumnya warga juga telah mengirimkan surat keberatan kepada Kapolri atas tindakan represif aparat terhadap warga Wadas pada 23 April lalu dan hingga kini belum jelas tindak-lanjutnya.
“Kami akan melihat respon dari Mabes Polri atas laporan dari masyarakat,” ucapnya.
Julian menganggap, sikap politik warga yang menolak rencana proyek penambangan batu andesit di Desa Wadas sepatutnya dihargai sehingga aparat seharusnya tidak bertindak atas dasar sikap politik, melainkan berdiri di atas penegakan hukum dan HAM.
Direktur Walhi Yogyakarta, Halik Sandera juga sepakat dengan rencana warga yang akan melaporkan tindakan aparat kepolisian di Wadas yang berlebihan ke Mabes Polri. Sebab menurutnya, patroli yang dilakukan berkali-kali itu selain berlebihan juga tidak wajar.
“Patroli di pedesaan itu ranahnya Polsek yang biasanya hanya menggunakan kendaraan dan tidak bersenjata lengkap, seperti rompi anti peluru dan senjata laras panjang,” sambungnya
Halik menyatakan, bahwa pelaporan tersebut sebagai bagian dari desakan agar kepolisian memperhatikan sikap warga Wadas dalam mempertahankan ruang-ruang hidupnya. Mengingat, tapak yang rencananya akan ditambang itu adalah sumber penghidupan masyarakat sehingga ketika itu hilang, maka masyarakat juga akan hilang dari wilayahnya. (Rep-01)