Sisi Gelap Pertambangan di DIY: Merusak Lingkungan hingga tak Berizin

Pansus BA 7 DPRD DIY tinjau lokasi tambang tak berizin di Piyungan, Bantul, pada 11 Juni 2025. ((dok. istimewa)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta, baru-baru ini merilis hasil investigasi tahun 2025 yang menemukan bahwa pertambangan menjadi salah satu penyebab terjadinya krisis lingkungan.

Staf Divisi Kampanye Walhi Yogyakarta, Rizky Abiyoga mengungkapkan, salah satu bentuk krisis lingkungan yang dirasakan oleh warga sekitar pertambangan adalah kerusakan sumber mata air.

Bacaan Lainnya

Hasil investigasi Walhi Yogyakarta di 27 titik sekitar pertambangan di Bantul, Kulon Progo, Sleman, dan Gunungkidul pada bulan Februari – Maret 2025 menunjukkan, enam titik di Kabupaten Bantul seluruhnya mengalami penurunan air tanah sehingga warga harus memperdalam sumurnya hampir setiap tahun.

Sedangkan di Kabupaten Kulon Progo dari total tujuh titik yang diinvestigasi juga terdapat penurunan muka air tanah setiap tahun, dan kualitas sumber mata airnya. Di Kabupaten Gunungkidul dengan sebaran 10 titik juga terdampak akibat pertambangan cenderung signifikan. Ini karena ditemukan sumur warga dengan kedalaman 48 meter dan 50 meter di sana.

Sementara di Sleman dengan sebaran tiga titik, terdapat sumur warga dengan kedalaman mencapai 13 – 15 meter. Kedalaman ini sudah dua kali dilakukan pendalaman agar mendapatkan kuantitas air yang cukup bagi seluruh warga.

Untuk itu, Walhi Yogyaakrta mendesak Pemerintah Daerah (Pemda) DIY mengevaluasi dampak lingkungan hidup di seluruh lokasi pertambangan, mendorong korporasi pelaku kerusakan lingkungan agar melakukan pemulihan lingkungan, serta mengawasi secara serius pada korporasi pertambangan, dan mempersempit wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di DIY.

DPRD DIY susun Raperda Pengelolaan Usaha Pertambangan

Di lain pihak, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) yang membahas tentang Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan, Mineral Logam, Mineral Bukan Logam Jenis Tertentu, dan Batuan, dalam Rapat Paripurna pada 9 Mei 2025 lalu. Pansus ini diharapkan dapat merumuskan regulasi guna memastikan kegiatan pertambangan di DIY bisa berkelanjutan, ramah lingkungan, dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat.

Dalam rangka penyusunan Raperda tersebut, Pansus BA 7 ini melakukan peninjauan ke sejumlah titik pertambangan di DIY. Diantaranya, tinjauan ke tambang pasir dan batu di Kali Gendol Sleman, pada 28 Mei 2025. Pansus ingin memastikan regulasi terkait pertambangan di sana bisa melindungi masyarakat dan lingkungan. Kemudian mereka meninjau lokasi pertambangan batu andesit di Kokap, Kulon Progo, pada 2 Juni 2025. Kali ini, Pansus lebih menyoroti tentang aspek keamanan dan kelestarian lingkungannya.

Selain itu, Pansus BA 7 juga melakukan pengecekan di lokasi tambang tak berizin di Piyungan, Bantul, pada 11 Juni 2025. Ketua Pansus BA 7 DPRD DIY, Aslam Ridlo mengatakan, sebelum ditutup, kegiatan penambangan seluas 1,2 hektare tersebut ternyata satu kesatuan dengan proyek perumahan sehingga seharusnya izinnya bukan pertambangan, tetapi izin pengembangan perumahan.

“Kegiatan pertambangan ini konteksnya untuk properti maka berlaku ketentuan izin penjualan galian. Tapi ternyata izin itu belum dimiliki.” kata Aslam sebagaimana dilansir dari laman resmi DPRD DIY, pada 12 Juni 2025.

Lebih lanjut Aslam menyampaikan bahwa pihak pengelola lahan telah mengajukan permohonan izin agar bisa beroperasi kembali. Oleh karenanya, Aslam merekomendasikan agar Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) DIY turut menangani proses perizinan tersebut, dan menjamin koordinasi lintas dinas berjalan baik.

Tambang tak Berizin hanya Diberi Surat Imbauan?

Aris Pramono selaku Kepala Balai Pengawasan dan Pengendalian Perizinan Energi dan Sumber Daya Mineral (P3ESDM) DPUP-ESDM DIY yang turut mendampingi DPRD melakukan kunjungan di Piyungan menjelaskan, secara umum, pelanggaran seperti ini terkadang terjadi tiba-tiba, tergantung kebutuhan masyarakat. Misalnya, kebutuhan memeratakan tanahnya untuk pembangunan rumah atau pun pengurukan lahan.

“Di Bantul untuk perizinan tanah urukan hanya satu yang ada di daerah Wukirsari Imogiri. Tapi itu bukan ditutup melainkan memang sudah berakhir masa izinnya,” tegasnya.

Sementara pertambangan untuk pertambangan ilegal, kebanyakan mereka hanya mendapatkan surat imbuan. Meskipun ada juga yang sampai ke proses pidana, pada tahun 2022 lalu. (Rep-01)

Pos terkait