Sultan Yogya Merasa Dikibuli BKPM

Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X (sutriyati/kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X menyesalkan kebijakan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang terkesan enggan menghentikan pemberian izin pendirian bangunan, utamanya hotel di Yogyakarta, yang kini telah mencapai 67 permohonan, dari sebelumnya 32 pengajuan izin.

“Saya ke BKPM minta pemberian izin dihentikan, tapi tidak berhenti. Saya kan dikibuli,” kata Sultan dalam satu forum dialog, di kompleks Keraton Yogyakarta, Selasa (15/3/2016).

Sultan menjelaskan, sejak pemberlakuan otonomi daerah, pemerintah di tingkat provinsi tidak banyak memiliki kewenangan dibandingkan dengan pemerintah di tingkat kabupaten/kota.

“Izin mendirikan hotel itu ada di BKPM. IMB dan HO ada di kabupaten kota
Kami di tingkat satu bisanya koordinasi,” dalih Raja Keraton Yogyakarta ini.

Menurut Sultan, sebenarnya iklim investasi di Yogyakarta khususnya di bidang perhotelan untuk saat ini masih terhitung kurang kondusif. Mengingat, kunjungan wisatawan membludak hanya pada saat weekend dan libur panjang.

“Kalau Senin-Jumat kan sepi. Akhirnya mereka main harga, sehingga iklim investasi di Yogya tidak kondusif,” ungkapnya.

Belum lagi, lanjut Sultan, menyangkut masalah alih fungsi ruang hijau dan ancaman krisis air dengan maraknya pembangunan tersebut nantinya.

“Sebab, begitu ada investor diizinkan di situ, dia harus menggusur penduduk. Kenapa jalur hijau diberikan investor? Bagi saya, itu tidak bisa dimengerti, tapi itu yang terjadi,” sesalnya.

Terkait ancaman krisis air, menurut Sultan, pada 2025 mendatang, penduduk DIY diperkirakan mencapai 4,5 juta jiwa, dengan kebutuhan air mencapai 22.500 liter per detik. Sementara, sumber air dari Merapi saja tidak akan lagi mencukupi untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga pihaknya harus mencari sumber-sumber air baru.

“Semestinya, pejabat publik sudah paham itu dari awal,” ujarnya

Namun di lain pihak, Kepala BKPM, Franky Sibarani justru mengemukakan bahwa pemerintah pusat akan menyederhanakan perizinan untuk memudahkan investor menanamkan modalnya di Indonesia.

Penyederhanaan itu, kata Franky seperti dilansir laman setkab, Senin (15/3/2016), akan diwujudkan dengan pengedropan dan penyatuan perizinan yang berkaitan dengan harmonisasi izin mendirikan bangunan, izin lingkungan dan izin gangguan.

Dengan mengurus satu izin, lanjut Franky, sudah mencangkup tiga perizinan. Hal tersebut harus dilakukan karena ada perizinan yang terkait dengan beberapa undang-undang yang berbeda, misalnya amdal, UU Lingkungan Hidup,  amdal lalu lintas,  dan UU Lalu Lintas. 

Kepala BKPM mengatakan bahwa untuk mekanisme proses penyatuannya nantinya akan dibahas dan dikoordinasikan oleh Menko Perekonomian. (Rep-03/Ed-03)

4 Tahun Berdiri, Keraton Yogya Hadapi Tantangan Kelola “Tandha Yekti” berbasis IT

Ngobrol Santai tentang Lingkungan Bersama Sri Sultan: Melestarikan Indonesia, di bangsal Sri Manganti, Kompleks Keraton Yogyakarta, Selasa (15/3/2016). (Sutriyati/kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Proses pendokumentasian dan pengarsipan Keraton Yogyakarta telah berlangsung sejak dulu kala, namun hingga kini, belum banyak orang yang mengenal apalagi mengerti banyak hal tentang kerajaan yang satu ini.

Seiring dengan perkembangan information technology (IT), Keraton Yogyakarta pun mulai mempublikasikan dokumentasi dan arsip tersebut dengan berbasis teknologi informasi sehingga lebih mudah diakses oleh masyarakat. Tidak hanya di Yogyakarta, tetapi juga masyarakat seluruh dunia melalui jaringan internet. Proses pendokumentasian dan pengarsipan tersebut menjadi tugas dari Tepas Tandha Yekti.

Pengageng Tepas Tandha Yekti Keraton Yogyakarta, Gustu Kanjeng Ratu (GKR) Hayu mengatakan, selama hampir empat tahun tepas ini berdiri, pihaknya masih menghadapi berbagai tantangan.

“Kami menyediakan servicenya tapi yang mengerjakan tepas masing-masing, masalahnya di tepas lain SDM-nya sudah relatif tua dan tidak paham IT,” ungkap GKR Hayu, dalam Ngobrol Santai tentang Lingkungan Bersama Sri Sultan: Melestarikan Indonesia, di bangsal Sri Manganti, Kompleks Keraton Yogyakarta, Selasa (15/3/2016).

Namun demikian pihaknya berharap, layanan tersebut bisa mengembalikan ketertarikan generasi muda dalam mengenal warisan budayanya, di tengah anggapan bahwa teknologi itu ‘bermusuhan’ dengan budaya.

Sri Sultan Hamengku Buwono X, Raja Yogyakarta yang tak lain juga ayah dari GKR Hayu meminta, agar para generasi muda yang memiliki kemampuan dan kepedulian terhadap pelestarian budaya yang berkaitan dengan Keraton Yogyakarta, bisa menyumbangkan ide dan gagasannya untuk pengembangan tepas tandha yekti.

“Manfaatkan saja, siapa tahu bisa menjadi potensi baru. Yang penting, tumbuh kreativitas, inovasi baru karena kekuatan kita di situ,” pinta Sultan.

Dalam menyikapi modernisasi, Sultan juga menyatakan cenderung menggunakan pendekatan budaya sebagai langkah yang strategis karena bisa menjaga karakter dan integritas.

Senada dengan Sultan, Direktur Komunikasi Advokasi WWF Indonesia, Nyoman Iswarayoga juga menganggap bahwa pendekatan budaya itu menjadi hal yang penting. Terlebih, pendekatan itu sudah terbukti efektif diterapkan di Keraton Yogyakarta (Rep-03/Ed-03)

Heritage Yogya jadi Incaran Asing

Ilustrasi: gerbang bangsal srimanganti di kompleks keraton yang menjadi bagian dari Heritage Yogyakarta (sutriyati/kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Guna mewujudkan Yogyakarta sebagai world Heritage City, Pemerintah Daerah (Pemda) DIY telah berupaya mempertahankan kawasan cagar budaya yang ada di wilayahnya.

Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengaku, pihaknya telah mendaftarkan 12 heritage di Yogyakarta. “Lima diantaranya sudah disetujui,” kata Sultan dalam Bincang Santai tentang lingkungan bersama Sri Sultan bertema “Melestarikan Indonesia”, di Bangsal Sri Manganti, Kompleks Keraton Yogyakarta, Selasa (15/3/2016).

Namun di sisi lain, Sultan juga mengungkapkan, saat ini kawasan heritage di Yogyakarta banyak menjadi incaran investor asing, khususnya dari Malaysia. Hal itu, menurut Raja Keraton Yogyakarta ini, terbukti dari banyaknya pengajuan perizinan di BKPM Pusat yang rata-rata ingin membeli heritage di Yogyakarta.

“Banyak orang di BKPM yang ingin membeli heritage, yang namanya dipinjam oleh investor asing (malaysia) karena mereka ingin menguasai haritage Yogya,” sesal Sultan.

Menurutnya, berlomba-lombanya para investor tersebut tidak lepas dari telah masuknya era globalisasi, sehingga mereka ingin memiliki identitas di kota ini.

“Daripada begitu, Pemda memutuskan untuk membelinya, dan kami jadikan itu sebagai museum batik dan sebagainya,” ucap suami GKR Hemas ini.

Pihaknya juga berharap, dengan adanya danais bisa menjadi penopang untuk mempertahankan predikat world haritage city, meskipun manusianya menjadi manusia modern. (Rep-03/Ed-03)

Ditanya soal akun Twitter, Ini Jawaban Sultan

Ilustrasi (dev.twitter.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – seiring dengan perkembangan teknologi informasi (TI), media sosial (medsos) menjadi bagian yang sangat populer dimanfaatkan masyarakat dari berbagai kalangan, termasuk pejabat dan tokoh-tokoh penting untuk membuka kran komunikasi dua arah.

Bagi para public figure, medsos juga digunakan sebagai media penyampai informasi sekaligus penjaring aspirasi yang cukup efektif. Namun, tidak semua penjabat di Negeri ini tertarik untuk memanfaatkan sarana tersebut.

Salah satunya adalah Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X yang hingga kini belum memiliki akun twitter pribadi. Saat ditanya dalam sebuah forum “Melestarikan Indonesia” di Bangsal Srimanganti, Kompleks Keraton Yogyakarta, Selasa (14/3/2016) sore, secara santai, Raja Keraton Yogyakarta ini memiliki alasan tersendiri.

“Maunya begitu (membuat akun twitter), tapi pekerjaan saya tidak ada tanggal merahnya, susahnya bukan main, pekerjaan saya tidak hanya di jogja tapi muter,” dalih Sultan.

Sementara puteri Sultan, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu mengaku, dirinya telah beberapa kali mendesak ayahnya tersebut untuk membuat akun pribadi di media sosial tersebut.

“Saya sih sudah mengusulkan berkali-kali, tapi bapak risih,” ucap Hayu sembari tersenyum. (Rep-03/Ed-03)

Pemkab Kulon Progo akan bangun Fasilitas Baru Menuju Kebun Teh Tritis

Ilustrasi (budparpora.kulonprogokab.go.id)

KULON PROGO (kabarkota.com) – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kulon Progo akan membangun terminal untuk istirahat atau transit para wisatawan yang akan menuju kebun teh tritis atau pun ke Suroloyo.

Hal itu, menurut Bupati Kulon Progo, Hasto Wardoyo, guna mendukung proses pengembangan Kecamatan Samigaluh menjadi kota satelit di Kulon Progo

Bupati berharap, meskipun kota kecil, Samigaluh akan menjadi kota yang sehat, bersih, indah, nyaman untuk berwisata, karena sudah didukung udara pegunungan yang sejuk, pemandangan pegunungan yang indah.

“Tahun 2016, akan kami pasang lampu, membuat taman, trotoar. Sehingga bisa untuk wisata, tempat olahraga” kata Hasto seperti dikutip laman Pemkab Kulon Progo, baru-baru ini.

Pihaknya juga mengaku, telah berdiskusi dengan beberapa SKPD dan tokoh dari Samigaluh, terkait pengembangan Samigaluh menjadi kota satelit di Kulon Progo. Termasuk, pembahasan atas masukan tokoh masyarakat agar bedah menoreh melewati pedukuhan Gowok dan Jarakan agar jalan tidak curam. (Rep-03/Ed-03)

Atasi Banjir di Yogya, Butuh Waktu Lama

Ilustrasi: pemukiman di bantaran sungai winongo di kota Yogyakarta yang jaraknya sangat dekat dengan bibir sungai. (Sutriyati/kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Banjir yang melanda sungai Code dan sungai Winongo yang mengakibatkan sebagian warga Sleman, Kota Yogyakarta, dan Bantul terpaksa mengungsi pada Sabtu (12/3/2016) malam, bukan karena luapan lahar hujan dari Merapi, melainkan faktor pemukiman.

Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY, Gatot Saptadi, keberadaan pemukiman di bantaran sungai ditambah dengan curah hujan di atas rata-rata mengakibatkan kapasitas drumnya tidak mampu mengalirkan curah hujan tersebut.

“Saat banjir terjadi, tidak hanya air tetapi juga sampah dan pepohonan yang ikut terbawa arus,” kata Gatot kepada wartawan di kompleks Kepatihan Yogyakarta, Senin (14/3/2016).

Berdasarkan hasil pemetaan di lapangan saat terjadi banjir, di wilayah sleman terdapat satu titik pemukiman, Sleman empat titik, dan Bantul dua titik.

“Pengelolaan pemukiman harus diubah, alur sungai bisa dikembalikan ke fungsinya,” ucap Gatot yang juga Asekda Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda DIY.

Konsepnya, lanjut Gatot, adalah dengan mundur naik. Artinya, pemukiman dimundurkan setidaknya 50 meter dari bibir sungai, dan dibuat bangunan secara vertikal. Hanya saja, untuk merealisasikan itu butuh waktu panjang, meskipun konnsepnya sudah ada. Mengingat, permasalahan yang akan muncul tidak hanya terkait kawasan, tetapi juga sosial.

“Perizinan juga harus dipikirkan,” pintanya. (Rep-03/Ed-03)

Harga Cabai Melonjak, Pemda DIY Siapkan Langkah Ini

Asekda Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda DIY, Gatot Saptadi (sutriyati/kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Dalam beberapa hari terakhir, harga cabai di sejumlah daerah termasuk Yogyakarta mengalami lonjakan yang tajam hingga mencapai kisaran Rp 60 ribu per kg. Karenanya, Pemda DIY menyiapkan langkah jangka pendek maupun jangka panjang untuk menstabilkan harga komoditas pangan tersebut di pasaran.

Asekda Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda DIY, Gatot Saptadi menduga, penyebab kenaikan harga cabai kali ini dipengaruhi berbagai faktor. Selain faktor cuaca yang mengakibatkan stok cabai menipis sementara permintaan tetap tinggi juga buruknya tata niaga karena menyebabkan jalur distribusinya menjadi panjang.

“Bisa jadi ketika harga cabai mahal, para petani belum tentu meraup keuntungan besar,” kata Gatot kepada wartawan di ruang kerjanya, Senin (14/3/2016).

Untuk itu, pihaknya menyatakan telah meyiapkan upaya jangka pendek dan jangka panjang untuk menjaga kestabilan harga cabai di pasaran. Salah satunya, dengan penjualan cabai tidak secara individual melainkan melalui kelompok-kelompok sehingga ada keseragaman harga, baik saat harga jatuh maupun melonjak.

“Kami juga merencanakan operasi pasar,” imbuhnya.

Sedangkan untuk rencana jangka panjang, lanjut Gatot, pemda DIY akan melakukan perbaikan tata niaga sehingga jalur distribusinya bisa dipangkas. Dengan begitu, harga di pasaran juga bisa ditekan. (Rep-03/Ed-03)

Air Meluap, Warga di Bantaran Sungai Winongo dan Code Siaga Banjir

Wakil Walikota Yogyakarta, Imam Priyono saat memantau kondisi banjir di bantaran sungai, Sabtu (12/3/2016) malam. (Fb Imam Priyono)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Hujan deras yang mengguyur kota Yogyakarta sejak Sabtu (12/3/2016) sore telah mengakibatkan air sungai Winongo dan Code meluap hingga sebagian membanjiri rumah warga.

Informasi terkait meluapnya air sungai tersebut juga ramai dibicarakan di berbagai media sosial. Tak hanya masyarakat umum, Wakil Walikota Yogyakarta melalui akun Imam Priyono pun turut mengabarkan situasi melalui
Facebook.

“Memantau, mengkoordinasikan, gerak cepat sengkuyungan, semoga Allah SWT melindungi saudara-saudara kita yang tinggal di bantaran sungai semuanya. Taruna Siaga Bencana Kota Yogyakarta,” tulis Imam.

Sementara seorang warga Yogya, Ernawan Edy Hartanto melalui grup di whatsapp juga mengabarkan bahwa wilayahnya juga dalam ancaman banjir.

“Sirine Kali Code nyala…!!!! Warga siap-siap ada kiriman banjir dari kali Boyong… Waduh persiapan rumah nih…” Ungkapnya.

Pihaknya juga menambahkan, tanggul sisi timur di wilayah Surokarsan RT 04 mulai jebol.

Sementara anggota DPRD Kota Yogyakarta, Fokky Ardiyanto yang turut memantau banjir di kampung Kembangan, Kota Baru Yogyakarta menyebutkan, sejumlah wilayah di kota Yogyakarta, seperti Jetis, Tegalrejo, Ngampilan, Mantrijeron, Wirobrajan Gondokusuman, Danurejan, dan Mergangsan yang warganya siaga menghadapi bencana alam tersebut.

“Air mulai meluap sekitar pukul 19.00 WIB,” kata Fokky kepada kabarkota.com.

Ia juga menambahkan, di kecamatan Jetis, sedikitnya 8 rumah juga telah terendam luapan air. (Rep-03/Ed-03)

Warga Yogya ini Anggap Janji Manis Jogja Dec seperti Hembusan Angin Surga

Konferensi pers Jogja Dec di ndalem Pujokusuman Yogyakarta yang dihadiri ratusan orang pengurus dan pengikutnya, Jumat (11/3/2016). (sutriyati/kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Kehadiran ormas Jogja Development Committee (Jogja Dec) yang menjanjikan pemberian uang dalam bentuk dolar Amerika sebesar 100 – 200 per bulan per anggota, tak sepenuhnya menggiurkan masyarakatnya untuk bergabung.

Salah satu warga Pujokusuman Yogyakarta, Fauzan Sukri menganggap, janji-janji manis tersebut tak ubahnya buaian yang melenakan tapi sulit untuk dipercaya realisasinya.

“Itu hanya angin surga yang dihembuskan supaya orang terlena,” kata Ketua RT ini kepada wartawan, di Ndalem Pujokusuman Yogyakarta, baru-baru ini.

Dirinya selaku tokoh masyarakat juga mengaku keberatan dengan keberadaan ormas tersebut di wilayahnya. Terlebih, selama ini tidak pernah ada permohonan izin ataupun pemberitahuan penggunaan tempat, khususnya ndalem Pujokusuman sebagai sekretariat Jogja Dec.

“Tidak pernah ada permohonan ijin, sekalipun melalui lisan,” sesalnya.

Meski begitu, Fauzan menyatakan, pihaknya tidak akan mengambil tindakan anarkis, namun tidak menutup kemungkinan akan melaporkan kegiatan mereka ke aparat berwenang, jika kembali digelar di wilayah tersebut.

Sebelumnya, pada Jumat (11/3/2016) sore, ratusan massa pengurus dan pengikut Jogja Dec dari berbagai wilayah berkumpul di Ndalem Pujokusuman Yogyakarta dalam rangka menggelar konferensi pers.

Namun menurut Fauzan, kegiatan tersebut dilaksanakan tanpa mengantongi izin dari aparat maupun masyarakat setempat. (Rep-03/Ed-03)

Pasar Tradisional, Hidup Segan Mati Tak Mau

Diskusi “Perlindungan Pasar Tradisonal” di kantor Dewan Perwakilan Daerah RI DIY, Sabtu (12/3/2016). (januardi/kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com)- Kian pesatnya perkembangan toko atau ritel modern di DIY berdampak pada pasar atau toko tradisonal. Berdasarkan tinjauan Lembaga Ombudsman DIY sejak 2011, dari tahun ke tahun, kehadiran ritel modern membuat pasar tradisonal mengalami penurunan omzet.

“Seperti hidup segan, mati tak mau,” kata Hanum Aryani, Wakil Ketua Ombudsman bidang Pembinaan dan Pengembangan Sektor Swasta, dalam diskusi “Perlindungan Pasar Tradisonal” di kantor Dewan Perwakilan Daerah RI DIY, Sabtu (12/3/2016).

Hanum menjelaskan, hal itu disebabkan tidak adanya model kemitraan yang baik antara ritel modern dan pasar tradisonal. Sehingga persaingan yang terjadi menjadi tidak sehat.

“Sepak terjang ritel modern ini kemudian tidak ada rasa empati atau pemberdayaan pada pasar tradisonal,” ujarnya.

Pengajar di Fisipol UGM, Henpri Suyatna mengungkapkan, saat ini jumlah ritel modern sudah mencapai angka 23 ribu di seluruh Indonesia. Pertumbuhan ritel modern di Indonesia menduduki peringkat pertama di ASEAN.

“Pertumbuhan ritel modern meningkat 31,4 persen. Sedangkan pasar atau toko tradisional mengalami minus 8,1 persen. Dengan MEA, peluang tumbuhnya ritel modern akan semakin besar,” tegas Henpri.

Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Haris Martopo dari Asosiasi Pengelola Pasar Tradisional Indonesia menuturkan, banyak image negatif tentang pasar tradisonal yang berkembang di masayarakat.

Antara lain, kualitas barang, kondisi dan manajemen pengelolaan pasar, keamanan, perilaku buruk pedagang, hingga properti yang belum memenuhi syarat.

“Survei AC Nielsen, perkembangan ritel modern itu 3 kali lipatnya pasar tradisonal. Hal ini disebabkan gaya hidup masyarakat,” katanya

Kendati demikian, pasar atau toko tradisonal tetap memilki pelanggan yang loyal. Keberadaan pasar tradisional pun masih dianggap penting.

“Kita bisa lihat, masih banyak bapak ibu (politikus) kita yang ke pasar,” ucapnya.

Oleh sebab itu, pihak nya akan melakukan langkah-langkah strategis untuk mendongkrak perkembangan pasar tradisonal. Diantaranya melalui revitalisasi, manajemen yang baik, serta kebijakan yang memihak pada rakyat. (Ed-03)

Kontributor: Januardi

Kisah Haru Pernikahan Windu-Yuniar di RS Sardjito Yogya

Pasangan Mempelai Windu-Yuniar usai prosesi ijab qobul di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta

SLEMAN (kabarkota.com) – Ketika Allah SWT telah menjodohkan, maka tak ada hal apa pun yang bisa menghalanginya. Pun kondisi fisik yang tak lagi sempurna, tak mampu melunturkan rasa cinta yang terlanjur dilabuhkan hingga terucap janji suci di hadapan penghulu.

Itulah yang dialami pasangan Windu Cahyo Saputro dan Yuniar Dyas Sutisna yang Sabtu (12/3/2016) pagi melangsungkan ijab qobul di ruang Cendana 1 RSUP dr. Sardjito Yogyakarta.

Kondisi Windu yang mengalami kecelakaan di Kulon Progo pada 10 Februari lalu, membuatnya harus merelakan satu kakinya untuk diamputasi. Namun begitu, Yuniar yang telah menjalin cinta kasih dengannya selama sembilan tahun, tetap memantapkan langkahnya untuk menikah sesuai dengan rencana awal mereka sebelumnya.

Dengan mas kawin uang Rp 120.316 yang disesuaikan dengan tanggal pernikahan mereka, Windu meminang kekasihnya yang selama ini tinggal terpisah Purworejo-Palangka Raya. Tak ayal, suasana haru pun menyelimuti prosesi pernikahan mereka yang digelar di ruang perawatan rumah sakit dengan disaksikan puluhan orang, termasuk para jurnalis.

“Alhamdulillah pernikahan kami berjalan dengan lancar. Rencana selanjutnya, saya akan melanjutkan pengobatan dulu,” ucap Windu kepada wartawan usai ijab qobul.

Yuniar, sang istri tercinta juga mengungkapkan kebahagiaannya atas pernikahan tersebut. “Walaupun keadannya kayak gini, saya tetap menjalaninya dengan penuh rasa syukur karena Windu masih diberi keselamatan,” ungkap perempuan asal Kutoarjo ini berkaca-kaca. official zlibrary domain z library . Find free books

Orang tua Yuniar, Sri astuti juga mengaku sangat terharu atas terselenggaranya pernikahan putrinya. “Kami hanya bisa berserah diri kepada Tuhan, mereka telah ditakdirkan berjodoh,” kata Sri kepada kabarkota.com.

Kedua mempelai dinikahkan oleh penghulu dari kecamatan Mlati Sleman, dengan disaksikan kerabat dari kedua belah pihak, dan Direktur RSUP dr. Sardjito beserta jajarannya. (Rep-03/Ed-03)

Ini Daftar 15 Warga Pemilik Rumah yang Terendam Banjir di Mlati Sleman

Ilustrasi (dok. TRC BPBD DIY)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Luapan air di sungai tempuran Sungai Winongo Sabtu (12/3/2016) malam telah mengakibatkan 15 rumah warga di wilayah RT 19/ RW 8, Dusun Kragilan, Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, DIY terendam banjir setinggi 1 – 1,5 m.

Akibatnya, warga mengalami kerugian material mencapai sekitar Rp 30 juta.

Kelimabelas pemilik rumah warga sebagaimana informasi dari facebook TRC BPBD DIY adalah sebagai berikut:
1. Ngadino (45 th)
2 Rigo (50 th)
3.Rinto (56 th)
4.Parno (40 th)
5.Dauhuri (57 th)
6.Budiyono (37 th)
7.Puji lestari (42 th)
8.Harsono (35 th)
9.Suyitno (33 th)
10.Rojak (49 th)
11.Giyanto (60 th)
12.Harsono 45 th
13.Sarmiyati 40 th
14.Mmoktar (53 th)
15.Heri witoko (43 th)

Guna mengantisipasi bencana yang lebih besar, TRC BPBD DIY mengimbau agar warga pindah ke tempat yang lebih tinggi. Mengingat, aliran sungai sudah mulai surut dan warga mulai membersihkan. (Rep-03/Ed-03)

Perekrut Jogja Dec wilayah Kulon Progo Dijanjikan Rp 6 Juta per Bulan

Bagian belakang personality card anggota Jogja Dec dari wilayah Kulon Progo (sutriyati/kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Siapa tak tergiur mendapatkan uang jutaan rupiah per bulan tanpa harus bekerja keras? Sebagian masyarakat tertarik dengan janji manis tersebut, apalagi dibalut dengan progam kemanusiaan.

Hal itu juga lah yang mendorong seorang warga Yogyakarta, Dwi bergabung dalam Jogja Development Committee (Jogja Dec) untuk wilayah Kabupaten Kulon Progo, sejak 2015 lalu. Tak tanggung-tanggung, ia juga menjadi bagian dari petugas yang melakukan perekrutan anggota di wilayahnya.

Sebagai pengurus, Dwi juga telah memiliki kartu identitas layaknya Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang dinamai personalia card dengan Kop Kulon Progo Development Committee lengkap dengan Nomer induk dan data diri.

Ia mengaku tertarik bergabung dengan Jogja Dec salah satunya karena dijanjikan akan mendapatkan gaji sekitar Rp 6 juta per bulan. Bahkan tak hanya dirinya yang mendapatkan uang, tetapi juga santunan untuk anggota keluarganya.

“Saya menjadi relawan kemanusiaan, kesejahteraan masyarakat di wilayah kita. Nanti kan ada bantuan dari luar negeri, itu tidak lewat pemerintah tapi lewat lembaga independen. Itu yang saya sampaikan seperti itu,” kata Dwi kepada wartawan, di Ndalem Pujokusuman Yogyakarta, Jumat (11/3/2016).

Dalam menjalankan misinya, Dwi mengaku telah banyak mengajak orang di sekitarnya untuk bergabung. Meski pun ia mengakui, kebanyakan warga masih merasa enggan karena takut.

“Saya akan dapat tiap bulan Rp 6 juta,” ungkapnya lagi.

Sementara bagi seorang pengikut asal Bima, Amavero, dirinya bahkan dijanjikan akan menerima 1000 dolar per bulan, sehingga tertarik untuk bergabung. Apalagi, yang mengajak terhitung teman baiknya.

Meski begitu dirinya mengaku belum paham tentang arah organisasi tersebut. Mengingat, selama ia bergabung hanya mendapatkan cerita tentang sejarah dunia dan jaman tempo dulu sebelum kerajaan Singosari.

“Saya masih ingin menggali itu,” ujarnya.

Sementara Dewan wali amanat panitia pembangunan dunia untuk wilayah nusantara, Toto Santosa Hadiningrat mengungkapkan bahwa Jogja Dec yang berdiri sejak 11 Maret 2015 ini sebagai lembaga independen yang menitikberatkan pada program pembangunan untuk meningkatkan derajat hidup manusia dalam bentuk program kemanusiaan. Dana bersumber dari Lembaga Keuangan Tunggal Dunia, Esa Monetary Fund yang ia sebut memiliki legitimasi internasional, dan berkedudukan di Swiss. (Rep-03/Ed-03)