Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X (sutriyati/kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X menyesalkan kebijakan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang terkesan enggan menghentikan pemberian izin pendirian bangunan, utamanya hotel di Yogyakarta, yang kini telah mencapai 67 permohonan, dari sebelumnya 32 pengajuan izin.
“Saya ke BKPM minta pemberian izin dihentikan, tapi tidak berhenti. Saya kan dikibuli,” kata Sultan dalam satu forum dialog, di kompleks Keraton Yogyakarta, Selasa (15/3/2016).
Sultan menjelaskan, sejak pemberlakuan otonomi daerah, pemerintah di tingkat provinsi tidak banyak memiliki kewenangan dibandingkan dengan pemerintah di tingkat kabupaten/kota.
“Izin mendirikan hotel itu ada di BKPM. IMB dan HO ada di kabupaten kota
Kami di tingkat satu bisanya koordinasi,” dalih Raja Keraton Yogyakarta ini.
Menurut Sultan, sebenarnya iklim investasi di Yogyakarta khususnya di bidang perhotelan untuk saat ini masih terhitung kurang kondusif. Mengingat, kunjungan wisatawan membludak hanya pada saat weekend dan libur panjang.
“Kalau Senin-Jumat kan sepi. Akhirnya mereka main harga, sehingga iklim investasi di Yogya tidak kondusif,” ungkapnya.
Belum lagi, lanjut Sultan, menyangkut masalah alih fungsi ruang hijau dan ancaman krisis air dengan maraknya pembangunan tersebut nantinya.
“Sebab, begitu ada investor diizinkan di situ, dia harus menggusur penduduk. Kenapa jalur hijau diberikan investor? Bagi saya, itu tidak bisa dimengerti, tapi itu yang terjadi,” sesalnya.
Terkait ancaman krisis air, menurut Sultan, pada 2025 mendatang, penduduk DIY diperkirakan mencapai 4,5 juta jiwa, dengan kebutuhan air mencapai 22.500 liter per detik. Sementara, sumber air dari Merapi saja tidak akan lagi mencukupi untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga pihaknya harus mencari sumber-sumber air baru.
“Semestinya, pejabat publik sudah paham itu dari awal,” ujarnya
Namun di lain pihak, Kepala BKPM, Franky Sibarani justru mengemukakan bahwa pemerintah pusat akan menyederhanakan perizinan untuk memudahkan investor menanamkan modalnya di Indonesia.
Penyederhanaan itu, kata Franky seperti dilansir laman setkab, Senin (15/3/2016), akan diwujudkan dengan pengedropan dan penyatuan perizinan yang berkaitan dengan harmonisasi izin mendirikan bangunan, izin lingkungan dan izin gangguan.
Dengan mengurus satu izin, lanjut Franky, sudah mencangkup tiga perizinan. Hal tersebut harus dilakukan karena ada perizinan yang terkait dengan beberapa undang-undang yang berbeda, misalnya amdal, UU Lingkungan Hidup, amdal lalu lintas, dan UU Lalu Lintas.
Kepala BKPM mengatakan bahwa untuk mekanisme proses penyatuannya nantinya akan dibahas dan dikoordinasikan oleh Menko Perekonomian. (Rep-03/Ed-03)