Tim Litbang KPK sedang memaparkan materi Pelatihan Jurnalis Lawan Korupsi, di Solo, Jateng, 24 Agustus 2019. (Dok. Kabarkota.com)
SOLO (kabarkota.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut, pelaku penyelewengan Dana Desa paling banyak adalah Kepala Desa.
Hal tersebut sebagaimana diungkapkan Tim Penelitian dan Pengembangan (Litbang) KPK, Dicky Ade Alfarisi dalam Pelatihan Jurnalis Lawan Korupsi, di Solo, Jawa Tengah (Jateng), 24 Agustus 2019.
Menurutnya, berdasarkan Hasil Kajian Litbang KPK tentang Tata Kelola Dana Desa (2015), empat dari lima contoh kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terkait Dana Desa, pelakunya adalah Kepala Desa.
Selain di level Kepala Desa, imbuh Dicky, potensi kerawanan korupsi juga ada di level kabupaten atau kecamatan, khususnya pada tahap transfer Dana Desa ke Pemerintah Desa. Pihaknya mencontohkan, kasus Pemerintah Kota (Pemkot) yang menyuap jaksa di Madura, Jawa Timur karena sumber permasalahan awalnya dari pemotongan saat transfer Dana Desa.
“Tahun 2015 itu baru pelaksanaan pertama kali, makanya masih banyak kekurangan,” anggap Dicky.
Berbagai permasalahan yang dihadapi dalam implementasi Dana Desa, sebut Dicky, terkait dengan regulasi dan kelembagaan, tata laksana, pengawasan, dan Sumber Daya Manusia (SDM).
Dicky memaparkan, ada berbagai macam stakeholders yang mengatur tentang keuangan desa, sementara desa sendiri kemampuannya terbatas. Dengan aturan yang sangat banyak, mungkin ada ketidakpahaman di tingkat desa sehingga sangat rawan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu.
Oleh karenanya, KPK mendorong adanya partisipasi masyarakat untuk turut mengawasi pengelolaan Dana Desa, guna mencegah terjadinya Tipikor. Meskipun sudah ada pendamping desa, namun sejauh ini perannya belum optimal, dan tingkat pegawasan penggunaan Dana Desa juga masih rendah.
Beragam bentuk Keterlibatan Masyarakat
Sementara Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Surakarta (UNS), Mulyanto berpendapat bahwa ada berbagai upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya korupsi Dana Desa. Diantaranya, transparansi dalam transaksi, melalui proses pengadaan barang yang dilakukan secara terbuka dan menggunakan potensi lokal di wilayah tersebut.
Misalnya, kata Mulyanto, pengadaan baha bangunan pengadaan bahan bangunan
di toko bangunan yang ada di desanya sehingga bisa melakukan cek bersama mengenai kepastian biaya atau harga-harga barang yang dibutuhkan.
“Jika hal itu terjadi, maka dapat menggerakkan ekonomi desa karena uang berputar di desa, ada tenaga kerja yang terserap, serta daya beli masyarakat desa meningkat,” ucap Kepala Pusat Informasi dan Pembangunan Wilayah (PIPW) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UNS ini.
Hal lain yang juga bisa dilakukan, menurutnya dengan transparansi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) dalam berbagai bentuk media sehingga mudah diawasi oleh masyarakat. Berusaha untuk menghilangkan rasa enggan karena rasa takut, maupun segan sehingga terjadi pembiaran atas penggunaan dana tersebut.
“Publik harus “dipintarkan” untuk tahu dan mau terlibat dalam pengawasan penggunaan Dana Desa agar kasus-kasus
penyimpangan tidak terus terjadi secara berulang,” harapnya.
Masyarakat, lanjut Mulyanto, perlu terlibat secara intensif dalam proses RPJMDes dan RKPDes, termasuk dalam proses penganggaran APBDes.
Selain itu, Publik dan Aparatur Pemerintah Desa juga harus mengutamakan dan
menjujung tinggi prinsip transparan, tertib, disiplin anggaran dalam pengelolaan Keuangan Desa. Berani menegakkan larangan menggunakan jasa kontraktor dari luar desa. Sekaligus, berusaha
memanfaatkan pontensi lokal, baik itu SDM, SDA dan teknologi.
AJI: Media bisa Berperan dalam Upaya Mencegah Korupsi
Pada kesempatan ini, Nani Afrida dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menilai, media sebenarnya bisa berperan besar dalam deteksi dini guna mencegah terjadinya korupsi.
Hanya saja, selama ini, media masih lebih banyak menyoroti isu-isu penindakan KPK dibandingkan pencegahan terhadap Tipikor. Padahal, sebut Nani, sekitar 2% dari total korupsi itu ditemukan dalam berita.
“Media semestinya mengawal pemerintah dalam menjalankan tugasnya sehingga meminimalisir penyimpangan,” anggap editor di salah satu Kantor Berita Internasional di Turki ini.
Di samping itu, media perlu melakukan edukasi kepada masyarakat bahwa korupsi merupakan hal buruk, serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang isu-isu korupsi. (Rep-01)