YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Proses Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun 2025 di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), khususnya jalur afirmasi menuai sorotan tajam dari berbagai pihak. Polemik diskualifikasi ratusan siswa dari jalur afirmasi menjadi titik kritis dalam evaluasi penerimaan siswa tahun ini yang dianggap masih menyimpan banyak celah kecurangan.
Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DIY, Muflihul Hadi mengungkapkan, pihaknya telah membentuk tim pengawasan terhadap jalannya SPMB dan menjalin komunikasi intensif dengan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY. Salah satu pembahasannya tentang persoalan jalur afirmasi dan diskualifikasi yang menimpa ratusan siswa.
“Kami akan evaluasi itu. Besok, kami juga akan memberikan saran masukan perbaikan untuk institusi, baik Disdikpora maupun Dinsos DIY,” kata Muflihul, baru-baru ini.
Selain itu, pihaknya berharap, perlakuan adil bagi siswa yang menjadi korban jalur afirmasi tetap harus dikedepankan. Mengingat, masih ada persoalan dalam sistem pendataan di jalur afirmasi.
“Dari Dinsos, awal datanya sekian yang masuk kategori afirmasi. Ternyata, setelah proses pendaftaran SPMB berlangsung, Dinsos memberikan data baru. Sementara menurut versi Disdik, data tidak bisa langsung dimasukkan di situ karena proses pendaftarannya sedang berjalan,” paparnya.
Lebih lanjut Muflihul mengaku, di satu sisi menyayangkan munculnya problem tersebut. Namun di sisi lain, pihaknya juga mengapresiasi keputusan Disdikpora yang tetap memberikan akses pendidikan kepada siswa terdampak.
JCW Soroti Problem di Jalur Afirmasi dan Mutasi di DIY
Di lain pihak, Deputi Bidang Pengaduan Masyarakat Jogja Corruption Watch (JCW), Baharuddin Kamba juga menyoroti berbagai masalah muncul yang muncul dalam SPMB tahun 2025 ini, tidak hanya di jalur afirmasi, tapi juga jalur mutasi.
“Harapannya ke depan, SPMB di semua jenjang dan jalur, terutama di sekolah negeri DIY, dapat berjalan lebih adil, transparan, partisipatoris, serta sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan yang berkualitas dan berintegritas,” kata Bahar dalam siaran persnya.
Menurutnya, regulasi di tingkat nasional seharusnya tidak diterbitkan terlalu mepet dengan pelaksanaan di daerah. Idealnya, aturan turunan seperti Peraturan Menteri (Permen) sudah keluar sejak awal bulan Januari sehingga Disdik di daerah punya cukup waktu untuk menyusun aturan teknis, seperti Peraturan Bupati/Walikota.
Selain itu, Bahar menilai, perlunya penyamaan persepsi dan pelaksanaan regulasi di seluruh kabupaten/kota. Itu lantaran perbedaan pemaknaan dan penerapan aturan antarwilayah dapat menimbulkan ketimpangan akses dan kebingungan publik.
Sedangkan terkait dengan pendaftaran SPMB melalui jalur afirmasi, Bahar berpandangan bahwa sebaiknya ditempatkan pada tahapan terakhir. Hal ini penting agar data Dinsos benar-benar sudah final dan tidak menimbulkan kegaduhan seperti tahun ini. Saat pendaftaran, sistem juga harus secara otomatis menolak siswa yang tidak melampirkan bukti sebagai penerima bantuan sosial, serta mengarahkan mereka untuk memilih jalur lain.
Lebih lanjut Bahar menyarankan, ke depan, calon siswa jalur afirmasi memiliki batas nilai minimal sebagaimana yang telah diterapkan pada jalur prestasi. Dinas terkait pun perlu melakukan verifikasi dan validasi faktual di lapangan, khususnya pada jalur afirmasi dan mutasi.
JCW mendorong agar jalur mutasi diberlakukan syarat minimal lama kerja orang tua di instansi tertentu, sebelum anaknya bisa diterima melalui jalur tersebut. Itu penting untuk mencegah penyalahgunaan celah mutasi.
Pengamat Pendidikan: Sistem SPMB Perlu Ditingkatkan
Sementara itu, Pengamat Pendidikan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Khamim Zarkasih Putro menyoroti adanya 139 siswa sempat dinyatakan lolos jalur afirmasi, namun kemudian didiskualifikasi karena data mereka diperbarui oleh Dinsos. Dari jumlah itu, 88 siswa berhasil melengkapi dokumen tambahan untuk mempertahankan status afirmasi. Sementara 51 calon siswa lainnya tidak bisa melengkapi dokumen sehingga dialihkan ke jalur non-afirmasi.
Polemik tersebut, anggap Khamim, memunculkan berbagai dampak sosial, termasuk kerusakan nama baik siswa dan orang tua karena menghadapi tuduhan manipulasi data. Padahal, sebagian dari mereka mengaku tidak pernah secara sadar mendaftarkan diri sebagai penerima bantuan.
“Insiden ini memperlihatkan lemahnya sistem verifikasi dan akurasi data penerima afirmasi,” sesal Ketua Dewan Pendidikan Kota Yogyakarta ini kepada kabarkota.com, pada Minggu (6/7/2025).
Oleh karena itu, Khamim menyampaikan, perlunya konsolidasi antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD), seperti Dinsos dan Disdik, untuk meningkatkan koordinasi dan akurasi data.
“Sistem penerimaan siswa baru juga perlu ditingkatkan untuk lebih transparan dan akurat dalam mengelola data siswa,” sebut Khamim yang juga Ketua Forum Komunikasi (Forkom) Dewan Pendidikan Kabupaten- Kota Se-DIY ini
Namun demikian, Khamim menilai secara umum proses SPMB DIY 2025 berjalan lancar. Meskipun ada kekurangan, tetapi itu bisa menjadi catatan penting untuk perbaikan sistem di masa mendatang. (Rep-01)







