Ilustrasi (net)
SLEMAN (kabarkota.com) – Petisi untuk Rektor UGM Dwikorita Karnawati agar mengakui keterlibatan UGM dalam Tragedi 1965 telah beredar di media sosial.
Petisi yang digagas Aliansi UGM untuk Tragedi 1965 itu diunggah melalui laman change.org dan sedikitnya telah mendapatkan dukungan lebih dari 300 orang, hingga Selasa (17/11).
Petisi ini meminta Rektor UGM untuk mengakui keterlibatan civitas akademika UGM dalam Tragedi 1965 dan meminta maaf kepada para korban Tragedi 1965 dan keluarganya, mereka juga meminta agar rektor bisa memastikan bahwa UGM sebagai lembaga yang mengemban amanat kemerdekaan bebas dari kepentingan yang ingin membajaknya demi kekuasaan yang menindas, serakah dan meniadakan rasa kemanusiaan.
Menanggapi petisi tersebut, Dekan Fisipol UGM, Erwan Agus Purwanto berpendapat, UGM perlu melakukan kajian mendalam dan klarifikasi.
"Kalau meman pernah terlibat dan ada kesalahan ya harus meminta maaf," kata Erwan kepada wartawan, di Pusat Kesenian Kusnadi Hardjosoemantri (PKKH) UGM, Selasa (17/11).
Guna mendalami persoalan itu, lanjutnya, UGM semestinya juga membentuk tim untuk melihat persoalan sebenarnya serta pihak-pihak yang terlibat atau pun menjadi korban.
"Harapannya ada obyektifitas dalam melihat UGM secara utuh, tidak hanya keterlibatannya, tetapi juga UGM menjadi korban," ucapnya.
Sebelumnya, dalam Pengadilan Rakyat atas Kejahatan Kemanusiaan 1965 di Indonesia) yang berlangsung di Den Haag, Belanda, 10-13 November 2015, nama Prof. Dr. Loekman Soetrisno (alm.) yang merupakan guru besar UGM disebut berkaitan dengan sejarah gelap Tragedi 65.
Tintin Rahaju, penyintas Tragedi 1965, saksi korban di IPT 1965 – International People’s Tribunal for crimes against humanity in 1965 menyebut Lukman sebagai penyiksa yang paling kejam. Bahkan, Tintin mengaku pernah dianiaya dan dilecehkan secara seksual dalam interogasi pasca Tragedi 30 September 1965.
Nama Loekman Soetrisno sebagai eksekutor di tahun 65-66 tidak saja muncul dalam kesaksian di IPT 65, tapi juga muncul dalam buku-buku memoar Mia Bustam dan Heryani Busono Wiwoho. (Rep-03/Ed-01)