Ini Kritik Dosen UGM Terhadap Media Online di Indonesia

Acara pelatihan jurnalisme online di UGM (15/10/2016) (Anisatul Umah/kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Jurnalisme online menjadi tren Jurnalisme masa kini. Dari tren media online sekarang, muncul beberapa kriteria dari berita yang disajikan media online.

Ada media online yang hanya mengejar klik pembaca dan kecepatan untuk menaikkan rating tanpa memperhatikan kualitas berita. Kemudian, media online yang tetap menjaga kualitas dan mengejar rating tinggi. Terakhir, media online yang berkualitas namun ratingnya rendah.

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) sekaligus peneliti media, Gilang Desti Parahita menjadi pemateri dalam pelatihan jurnalisme online di UGM Sabtu, (15/10/2016). Ia mengatakan bahwa media online perlahan menjadi media utama yang dikonsumsi masyarakat.

“Ada media yang hanya mengejar berita hiburan dan ada media yang tetap menjaga kualitas dari berita,” jelasnya.

Dalam pelatihan ini Parahita mengajak peserta untuk menganalisis beberapa media online, dengan melihat berita apa saja yang menjadi berita terpopuler. Dari beberapa media online yang coba dianalisis, terlihat bahwa konsumen lebih suka terhadap berita-berita ringan yang berbau mistis dan seks.

“Media online sering memilih konten yang seru dan saru (asik dan tidak sopan.red),” katanya.

Parahita menambahkan prinsip keberimbangan dalam menulis berita online sering kali ditanggalkan. Padahal keberimbangan dalam media online menjadi hal wajib yang harusnya diperhatikan.

“Bahkan ada media yang menulis dengan sangat sederhana, karena mengejar cepat dan konfirmasi dari penberitaan disajikan diberita selanjutnya,” tutur Parahita.

Masyarakat tidak selalu membaca berita online secara utuh, padahal berita untuh dari media online sering dipecah-pecah. Ketika media online hanya menyajikan sepenggal dari informasi dalam satu berita, pembaca juga hanya akan mendapatkan sepenggal informasi saja.

“Kalau pembaca hanya membaca satu berita saja, padahal informasi di pecah dalam beberapa berita, maka informasi yang didapatkan pembaca tidak utuh,” paparnya. (Rep-04/Ed-01)

Pos terkait