SLEMAN – Pengungkapan kasus terbunuhnya wartawan Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin, makin tidak jelas. Kemarin Kapolda DIY, Haka Astana, mengatakan bahwa penyidik masih terus melakukan penyelidikan. Hari ini Kapolri, Jendral Polisi Sutarman, justru menampakkan keraguannya untuk bisa mengungkap kasus yang terjadi 18 tahun silam, tepatnya 13 Agustus 1996.
“Waktu saya Kabareskrim kasus ini sudah dibuka kembali, tapi kalau barang bukti sudah dibuang, bagaimana kami mengungkapnya,” ungkap Sutarman usai memberikan arahan kepada perwira menengah di Mapolda DIY, Kamis (13/3).
Udin, wartawan Harian Bernas, dianiaya 13 Agustus 1996 di depan rumah tinggalnya Jalan Parangtritis KM 13 Bantul, Yogyakarta. Akibatnya ia tidak sadarkan diri hingga meninggalnya 16 Agustus 1996. Udin dimakamkan pada 17 Agustus, saat bangsa Indonesia merayakan hari ulang tahun kemerdekaan ke-51.
Polisi pernah menangkap Dwi Sumaji alias Iwik sebagai pelaku pembunuhan karena istri Iwik berselingkuh dengan Udin. Dalam persidangan Pengadilan Negeri (PN) Bantul, majelis hakim memutus bebas karena tidak ditemukan bukti atas dakwaan tersebut.
Dalam persidangan, Iwik mengungkap pernyataan reserse Polres Bantul yang menangkap dirinya, Edy Wuryanto. Serse yang juga Koordinator Tim 9 Polres Bantul dengan tugas khusus mengungkap kasus Udin ini, pernah menyebut bahwa penangkapan terhadap dirinya sebagai bagian dari melindungi kepentingan politik bupati Bantul ketika itu.
Sutarman menilai, penanganan kasus Udin yang dilakukan kepolisian keliru sejak awal. Yakni, kekeliruan dalam olah tempat kejadian perkara dan proses penyelidikan.
“Barang-barang bukti dilarung ke laut dan itu keliru. Tapi kekeliruan ini sudah kami evaluasi. Prinsipnya siapapun yang melakukan itu dan didukung bukti-bukti, kepolisian tetap akan melakukan penindakan karena hukum harus ditegakkan,” tegasnya.
Barang bukti yang pernah dilarung ke laut adalah darah sisa darah operasi Udin di RS Bethesda Yogyakarta. Oleh Edy Wuryanto, darah yang sudah disimpan keluarga Udin itu dipinjam untuk mempercepat penyelidikan. Belakangan diketahui, sebagian darah dilarung di laut dan sebagian lain dibuang di tempat sampah.
Menurut informasi, Edy Wuryanto sekarang dinas di Mabes Polri, tempat dimana kapolri berkantor.
Kapolri menegaskan, kasus Udin tidak ditutup. “Tidak ditutup. Tapi kalau bukti baru tidak ditemukan dan bukti lain sudah tidak ada, maka harus ada langkah-langkah demi kepastian hukum,” ungkapnya.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, Hendrawan, kepada kabarkota.com menegaskan, jika merasa tidak mampu melakukan pengungkapan, kepolisian sebaiknya menyampaikan secara gamblang ke publik. Tegas memberikan pengakuan secara eksplisit.
“Akui saja bila sudah tak mampu mengungkap kasus Udin. Silakan lempar handuk putih,” katanya meminjam istilah yang pernah dipakai almarhum Angger Jati Wijaya, mantan ketua PBHI.
Dalam pandangan Hendrawan, polri selalu melakukan dua hal kontradiktif dalam upaya menyelesaikan kasus in. Yakni, memberi harapan berupa angin segar penuntasan dan selalu tidak pernah berhasil memberikan hasilnya.
Ironisnya, ketika polisi diberi mandat negara menyelesaikan permasalahan kriminal, dalam kasus Udin, justru meminta bukti kepada masyarakat. Bahkan, kata Hendrawan, ketika masyarakat sudah memberikan petunjuk, tetap tidak ada perkembangan.
Data lengkap pernah diserahkan AJI Indonesia kepada Wakapolri di Jakarta pertengahan Februari 2014. Dalam data itu ditulis nama penyidik, jaksa, hakim, dan saksi yang bisa dimintai keterangan. (tya)
CHRISTIAN YANUAR