SLEMAN (kabarkota.com) – Pendiri Pusat Layanan Difabel (PLD) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Ro’fah Fahma mengungkapkan, institusi pendidikan apabila serius menerima peserta didik difabel harus mengambil sikap afirmatif. Artinya, institusi pendidikan tak hanya bersedia menerima peserta didik difabel namun juga harus didukung dengan penguatan untuk memberikan kemudahan.
“Biasanya kan ada kampus atau sekolah yang ngomong bersedia menerima difabel. Akan tetapi, setelah di dalam justeru kegiatannya tidak didukung,” kata Ro’fah kepada kabarkota.com di PLD UIN Sunan Kalijaga, Selasa (2/12).
Ia bercerita, saat ini masih jarang institusi pendidikan atau perguruan tinggi, kecuali institusi khusus, yang mau menerima difabel. Meskipun, kata dia, pihak institusi membantah dengan menyatakan menerima difabel.
“Kami bukan diskriminatif. Kami menerima difabel. Jika bisa masuk dan ikut seleksi ya silakan,” kata Ro’fah menirukan pernyataan salah seorang pegawai di institusi pendidikan yang pernah ia temui.
Menurutnya, hal tersebutlah yang menjadi kesalahpahaman didalam menafsirkan pemenuhan hak penyandang difabel. Difabel, kata dia, tidak hanya dipersilakan untuk mengikuti dan terlibat, tetapi juga harus mendapatkan dukungan keterlibatan dan bantuan institusi.
Ia mencontohkan, awal mula UIN Sunan Kalijaga menjadi kampus inkluasi diawali dengan dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Afirmatif untuk Mahasiswa Difabel pada 2007. Berawal dari itu, kata Ro’fah, pihak kampus melakukan fasilitasi bagi difabel. Mulai dari memudahkan akses jalan hingga melakukan pendampingan saat pembelajaran.
Saat ini, ada sebanyak 44 mahasiswa di UIN yang tersebar di tujuh fakultas, termasuk program pascasarjana. “Sebenarnya tidak sulit memfasilitasi. Hanya, masyarakat belum sadar dan memahami,” kata dia.
AHMAD MUSTAQIM