Aplikasi siRekap (dok. screenshot gplay store)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Berbeda dengan Pemilu-Pemilu sebelumnya, pada Pemilu 2024 ini, proses sekapitulasi penghitungan suara pemilih di Tempat Pemungutan Suara (TPS) akan memanfaatkan aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (siRekap) yang bebasis android.
Di satu sisi, kehadiran aplikasi siRekap ini digadang-gadang akan mempermudah tugas para KPPS dalam melaporkan hasil rekapulasi suara di TPS ke KPU. Namun di sisi lain, penggunaan siRekap disinyalir akan menimbulkan kecurangan Pemilu. Sebab, nantinya, publik hanya dapat mengakses hasil rekapitulasi suara dalam bentuk diagram saja, bukan dalam bentuk angka-angka perolehan suara sebagaimana pada Pemilu sebelumnya.
Pengamat Politik Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Suparman Marjuki menganggap, jika rencana tersebut direalisasikan oleh KPU, maka itu bertentangan dengan Undang-Undang
“Itu potensial menjadi pelanggaran pemilu yang serius. Hasil Pemilu bisa batal demi hukum,” tegas Suparman.
Dalam pandangan mantan ketua Komisi Yudisial ini, syarat Pemilu yang demokratis adalah transparan di aspek-aspek administratif Pemilu sebagai bukti transparansi proses dan hasil.
“C1 plano sejak Pemilu 2004 sudah menjadi bagian dari dokumen legal. Jika terjadi sengketa Pemilu, maka itu juga akan menjadi bukti dokumen tertulis lengkap. Jadi rencana KPU itu tidak benar,” papar Suparman, pada 10 Februari 2024.
Menurutnya, di negara-negara demokratis, Penyelenggara Pemilu harus taat aturan hukum, tidak boleh ada cacat apa pun dalam proses penyelenggaraannya.
“Sementara KPU di sini penuh masalah sejak awal. Bahkan, terakhir mereka terkena sanksi etik. Seharusnya mereka mundur semuanya,” tegasnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Herlambang Perdana Wiratraman yang mengaku khawatir dengan kuatnya dugaan publik tentang kecurangan dalam Pemilu 2024.
“Tentu yang menjadi masalah adalah legitimasi politik penyelenggaraan Pemilu menjadi rendah dan tak lagi bisa dipercaya,” katanya.
Hal ini, lanjut Herlambang, melanggar hak dasar warga negara untuk melindungi dan memenuhi hak politik. Hak politik merupakan hak asasi manusia yang menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menyelenggarakan Pemilu Jujur dan Adil (Jurdil)
“Dengan banyaknya pelanggaran etika saat ini, meragukan sekali penyelenggara Pemilu sejalan dengan standar Pemilu yang jurdil,” tutur Herlambang.
Untuk itu, pihaknya menekankan agar publik berani melawan tangan kekuasaan yang memanfaatkan cara-cara culas dalam penyelenggaraan Pemilu, dengan turut mengawasi, menjaga dan mengawal penyelenggaraan Pemilu dari bawah hingga penetapan hasilnya.
Di lain pihak, Komisioner KPU DIY, Tri Mulatsih menepis isu tentang publikasi hasil rekapitulasi suara di laman KPU hanya menampilkan diagram saja.
Tri menjelaskan, aplikasi siRekap diterapkan untuk memudahkan dan mempercepat proses penghitungan suara dari TPS ke KPU sehingga hasilnya bisa lebih cepat diakses publik, melalui laman resmi KPU. Mengingat, sebelumnya pengunggahan dokumen C hasil dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota, tapi di Pemilu 2024 ini, setelah selesai penghitungan suara di tingkat TPS, petugas KPPS akan langsung memotret lembar C hasil untuk dikirimkan ke server KPU, melalui aplikasi berbasis android tersebut.
Selain itu, aplikasi siRekap yang dibuat oleh KPU ini bisa mengkonversi data mentah dari foto c hasil ke dalam bentuk data yang bisa diolah oleh siRekap sehingga bisa cepat tersaji
“Untuk hasil tangkapan (foto) yang dilakukan oleh KPPS itu bentuknya sama persis dengan aslinya. Jadi kalau yang di foto itu bentuknya Plano ada 20 lembar maka bisa dilihat oleh masyarakat luas di dalam infopemilu itu juga 20 lembar itu,” jelas Tri di kantor KPU DIY.
Namun, sambung Tri, karena data didapat dari TPS, maka itu hanya gambaran data awal. Sebab, untuk mendapatkan data final, KPU RI perlu melakukan rekapitulasi secara berjenjang, mulai dari tingkat kelurahan, kecamatan, Kab/Kota, Provinsi hingga tingkat nasional.
“Di Pilkada 2020 sama prosesnya, kami juga menggunakan aplikasi siRekap. Jadi aplikasi ini bukan pertama kali digunakan,” sebutnya.
Pihaknya mengklaim penggunaan aplikasi siRekap untuk proses penghitungan suara justru bisa mencegah kecurangan Pemilu (Rep-01)