Sistem Pencatatan Manual Terminal Giwangan Menyulitkan

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Meski Terminal Giwangan Yogyakarta telah berdiri sejak hampir 10 tahun lalu, namun hingga kini kondisinya terlihat masih memprihatinkan. Salah satunya terkait dengan manajemen pengelolaan data dan informasi yang masih berbasis manual.

Kondisi memprihatinkan tersebut seperti disampaikan staff UPT Terminal Giwangan Yogyakarta Bidang Manajemen Transportasi Terminal, Aji Fajar Windrato, saat ditemui kabarkota.com, baru-baru ini.

“Selama ini kami melakukan pencatatan keluar-masuknya bus secara manual,” kata Aji. Akibatnya, itu menyulitkan bagi petugas untuk menghitung besaran retribusi yang harus dibayarkan setiap sopir bus di terminal tersebut.

Selain itu, pihaknya juga mengaku bahwa sistem manual ini juga menyulitkan petugas dalam proses pengarsipan data dan informasi. Padahal, hal tersebut merupakan kebutuhan penting. Mengingat, terminal Giwangan merupakan terminal tipe A terbesar di Indonesia yang menjadi tempat persinggahan bus-bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) dari Sumatera, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.

Oleh karenanya, Pihak UPT berencana membangun Sistem Informasi Manajemen (SIM) berbasis Teknologi Informasi (TI) untuk mempermudah proses tersebut. Rencana ini juga dibenarkan, Kepala UPT Terminal Giwangan, Bhekti Zunanta.

“Kami sudah menyiapkan anggaran Rp 1,5 Milyar untuk membangun SIM di terminal ini,” kata Bhekti kepada kabarkota.com, 16 Juli 2014.

Menurutnya, sosialisasi dan ujicoba SIM ini akan dilakukan pada tahun 2015 mendatang. Nantinya, Sistem Informasi Manajemen ini meliputi pemasangan barcode, pencatatan nomer plat kendaraan, trayek, jurusan, serta penghitungan retribusi secara progresif sebagaimana yang telah diterapkan di perparkiran modern saat ini.

Direktur Pengembangan Jogja Media Net, Eka Indarto berpendapat, memang sudah saatnya SIM itu diterapkan di terminal yang diresmikan pada 20 Oktober 2004 tersebut.

SIM ini, kata Eka, akan mempercepat pelayanan, transparansi, dan penyajian data yang lebih akurat bagi pengelola sendiri maupun publik. Bahkan, semestinya sistem tersebut juga diintegrasikan dengan sistem pelayanan lainnya.

Namun, Eka menjelaskan, untuk membangun sebuah SIM berbasis TI perlu memperhatikan beberapa aspek. Di antaranya terkait pemilihan software, hardware, maintenance, serta kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai pengelolanya.

“Itu harus ada dan dipastikan. Sebab yang sering terjadi, sistemnya sudah ada tapi tidak berjalan,” tegas Eka kepada kabarkota.com, melalui sambungan telepon, Minggu (20/7).

Ia juga menilai, budget Rp 1,5 Milyar merupakan nominal yang mencukupi untuk membangun sebuah sistem informasi baru di terminal tersebut. Hanya saja, berbagai aspek itu harus terpenuhi, termasuk manajemen perubahan dari manual ke otomatis.

Oleh karena itu, Eka berharap, pada tahap perencanaan awal ada identifikasi terhadap hal-hal yang menyangkut kebutuhan SIM. Menurutnya itu penting, untuk menentukan desain yang sesuai harapan. Selain itu juga kemudahan proses pengoperasian sistem bagi SDM yang akan melakukan pengelolaan SIM di terminal Giwangan. (tria/aif)

Pos terkait