Tenda-tenda yang digunakan Aliansi Mahasiswa UGM di Balairung. (dok. kabarkota.com)
SLEMAN (kabarkota.com) – Sejak Senin (27/5/2024) lalu, sejumlah mahasiswa UGM dari berbagai fakultas berkemah di depan Balairung. Dengan tenda warna-warni, mereka berteduh dan melakukan aktivitas, terutama di sore hingga dini hari.
Camping yang mereka lakukan ini bukanlah perkemahan biasa melainkan bentuk aksi protes mereka terhadap kebijakan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) atau uang pangkal dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di UGM yang dianggap memberatkan bagi para mahasiswa.
Salah satu mahasiswa UGM, Atmaja mengatakan, tuntutan mahasiswa adalah membatalkan IPI dan menambah golongan UKT dari lima menjadi delapan.
“Dari hasil riset tahun lalu, rasio lima UKT yang ada itu gap nominalnya tinggi sehingga kami ingin golongannya diperlebar jaraknya tidak terlalu tinggi,” jelas Atmaja saat ditemui di depan Balairung UGM, pada 30 Mei 2024.
Pihaknya melihat itu dari rasio pengorbanan gaji orang tua mereka yang digunakan untuk membayar UKT para mahasiswa.
“Dari riset tahun lalu, rasio pengorbanannya cukup tinggi di golongan tengah. Jika golongan tengah diperlebar, maka nominalnya akan menjadi lebih adil,” sambungnya.
Sedangkan terkait UKT, meskipun sudah ada kebijakan penundaan kenaikan UKT dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI, namun menurutnya, hingga kini belum ada SK Rektor UGM tentang itu.
Selain itu, kata Atmaja, para mahasiswa juga tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan terkait penetapan UKT baru tersebut.
Menanggapi tuntutan para mahasiswa tersebut, Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Keuangan, Supriyadi menjelaskan, SSPU atau sekarang IPI akan berlaku bagi mahasiswa yang masuk UGM melalui jalur ujian mandiri dan sesuai dengan penghasilan orang tuanya berada pada UKT pendidikan unggul tidak bersubsidi.
Besarannya sama dengan tahun sebelumnya, untuk fakultas yang ada di kelompok bidang Ilmu Sosial dan Humaniora sebesar Rp 20 juta. Sedangkan fakultas pada kelompok bidang ilmu Sains, Teknologi, dan Kesehatan sebesar Rp 30 juta.
“Pembayaran IPI tidak harus sekaligus pada saat mahasiswa melakukan pendaftaran kembali. Dalam SK disebutkan bahwa IPI tidak boleh digunakan sebagai syarat pendaftaran kembali,” papar Supriyadi di hadapan Aliansi Mahasiswa UGM di Balairung, pada 30 Mei 2024.
Sementara terkait kebijakan kenaikan UKT, lanjut Supriyadi, telah diterapkan pada penerimaan mahasiswa baru Tahun Ajaran 2024-2025 yang diterima melalui jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP) sehingga bagi mahasiswa yang pembayaran UKT barunya lebih tinggi dibandingkan UKT lama, maka kelebihan pembayarannya akan dikembalikan, melalui rekening mahasiswa yang bersangkutan.
“Kami memang belum bisa langsung mengeluarkan SK Rektor untuk melakukan perubahan kebijakan itu,” dalihnya.
Sebab, dalam aturan Kemendikbudristek RI, Perguruan Tinggi diminta untuk menyampaikan usulan ke kementerian tentang UKT lama dan baru serta IPI yang kemudian akan direview oleh kementerian sebelum ditetapkan dan diberi rekomendasi sebagai dasar penerbitan SK Rektor tentang penetapan UKT yang akan diberlakukan.
Pihaknya juga menambahkan, dalam proses penentuan UKT akan melibatkan mahasiswa di masing-masing fakultas sebagai tim verifikasi untuk melakukan pengecekan validasi data dan advokasi bagi para mahasiswa.
“Jika ada mahasiswa yang keberatan dalam pembayaran UKT, maka ada beberapa mekanisme yang kami siapkan untuk membantu mahasiswa,” ucapnya.
Misalnya, sebut dia, dengan pembayaran yang bisa dicicil atau pun mencarikan alokasi bantuan beasiswa.
“Prinsipnya, jangan sampai ada mahasiswa yang sudah diterima di UGM kemudian tidak mampu melanjutkan kuliahnya karena tidak sanggup membayar UKT,” tegas Supriyadi. (Rep-01)