Walikota Tegaskan tidak ada Penggusuran dalam Kebijakan Kota Yogya

Walikota Yogyakarta, Haryadi Suyuti (dok. kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Walikota Yogyakarta, Haryadi Suyuti menegaskan, pada prinsipnya dalam kebijakan di Kota Yogyakarta tidak ada penggusuran, melainkan penataan.

Bacaan Lainnya

Penegasan tersebut disampaikan Haryadi menyusul adanya kegelisahan warga Kampung Karanganyar MG 3/RT 84 RW 19, Kelurahan Brontokusuman, Kemantren Mergangsan, Kota Yogyakarta, karena lapak usaha mereka di tepi sungai Code terancam digusur untuk proyek Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Menurutnya, penataan lapak Pedagang Kaki Lima (PKL) tidak hanya di Brontokusuman, tetapi juga di beberapa lokasi, termasuk di Jalan Jenderal Sudirman Yogyakarta.

“Semua kami tata, tapi tidak digusur,” kata Haryadi kepada wartawan di Kompleks Balaikota Yogyakarta, Rabu (27/10/2021).

Dalam penataan itu, lanjut Haryadi, mereka tidak selalu direlokasi, tetapi bisa juga dengan pemberdayaan masyarakat terdampak. Seiring perkembangan kota, jumlah penduduk di Kota juga semakin bertambah sehingga penataan menjadi hal yang perlu dilakukan supaya wajah kota terlihat lebih baik.

Sementara Wakil Walikota Yogyakarta, Heroe Poerwadi mengungkapkan bahwa rencana pembuatan RTH di Kelurahan Brontokusuman itu adalah usulan dari warga.

“Mereka memang mengajukan usulan agar di sana ada RTH,” ucap Heroe.

Tujuannya, sebut Heroe, agar wilayah mereka menjadi lebih bersih, tertib, serta bisa untuk pengembangan program pemberdayaan masyarakat.

“Maka, mereka bersama-sama dengan pemerintah untuk mengembangkan kawasan,” sambungnya.

Sebelumnya, pada 26 Oktober 2021, warga yang tergabung dalam Paguyuban Masyarakat Kali Code Mandiri (PMKCM) DIY, mengadu ke kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta.

Ketua PMKCM DIY, Kris Triwanto mengatakan, ada 15 lapak usaha milik warga di tepian sungai Code akan terkena penggusuran oleh Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO) yang rencananya akan dilakukan pada 28 Oktober.

Kris mengaku resah karena selain telah mendapatkan Surat Peringatan Ketiga untuk pengosongan bangunan maksimal pada 27 Oktober, warga juga tidak akan mendapatkan kompensasi apapun atas penggusuran tersebut nantinya. Padahal, rata-rata warga menggantungkan penghasilan dari lapak-lapak usaha tersebut, sejak tahun 2000.

Dari pihak BBWSSO dalam hal ini Pegawai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), Bambang Sumadyo pada intinya mengklaim bahwa pihaknya telah memberikan waktu sekitar 1 tahun kepada warga untuk menertibkan sendiri lapak-lapak mereka.

Bambang juga membenarkan bahwa tidak akan ada kompensasi atas penertiban tersebut nantinya. Megingat bangunan semi permanen di pinggir Sungai Code itu tidak berizin, serta tidak memiliki alas hak atas tanah yang mereka tempati.

Sementara Pengacara Publik LBH Yogyakarta, Julian Duwi Prasetia menyayangkan sikap BBWSSO yang menerapkan double standard dalam melakukan penataan area tepi sungai. Pasalnya, di sepanjang sungai Code sebenarnya juga banyak bangunan yang bahkan pernamen tetapi tidak ditertibkan.

Julian berpendapat bahwa semestinya ada diskresi untuk warga karena mereka sudah menjalankan usaha tersebut sejak tahun 2000. Terlebih, tidak ada kebijakan di tahun tersebut yang digunakan sebagai landasan penggusuran bangunan warga (Rep-01)

Pos terkait