Kuasa Hukum keluarga Siyono, Trisno Raharjo (sutriyati/kabarkota.com)
BANTUL (kabarkota.com) – Kuasa Hukum keluarga Siyono, Trisno Raharjo mengaku tak puas dengan vonis dua personel Densus 88 yang diduga melakukan penganiayaan terhadap kliennya hingga mengakibatkan kematian, namun tidak diberhentikan dari korpsnya.
Pada Rabu (11/5/2016) kemarin, Dua perwira Densus yang disidang kode etik dan profesi dalam kasus kematian terduga teroris bernama Siyono lolos dari jerat pemecatan. Berdasarkan putusan sidang, pelaku berinisial T dihukum wajib meminta maaf dan didemosi dari Densus 88 untuk ditugaskan di satuan lain minimal 4 tahun. Sedangkan untuk personel berinisial H juga dihukum minta maaf dan demosi tiga tahun.
Menurut Trisno, putusan tersebut terkesan sangat melindungi korps Kepolisian.
“Bagi kami, ini memang hukuman ringan. Akan tetapi, kami berencana meneruskan kasus ini ke tingkat pelaporan pidana karena ada indikasi tindak pidana,” kata Trisno saat ditanya kabarkota.com, di UMY, Rabu (11/5/2016).
Menurutnya, putusan itu juga sangat menciderai keluarga korban. Terlebih, selama ini penyebab kematiannya sengaja ditutup-tutupi. “Hukuman yang pantas bagi mereka ya diberhentikan. Tidak pantas orang yang menyebabkan kematian kok hanya dianggap melakukan tindakan seperti itu (pelanggaran etik profesi),” sesal anggota majelis hukum dan HAM PP Muhammadiyah ini.
Terlebih, lanjutnya, keduanya merupakan aparat Negara yang memiliki SOP tinggi untuk penanganan kasus terorisme. “Bagaimana bisa standar itu mereka abaikan begitu saja,” ujar Trisno.
Dijelaskan Trisno, dalam hukum pidana, ketika ada yang meninggal atau pun ada tindakan, walaupun ada pembelaan tetap harus dibuktikan di pengadilan untuk menyatakan bersalah atau tidak bersalah.
“Itukah kenapa kami akan melaporkan tindakan ini sebagai tindakan pidana yang meskipun nantinya akan diproses oleh pihak kepolisian, tetapi kami masih percaya dengan institusi ini,” imbuhnya. (Rep-03/Ed-03)