YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Mantan Direktur Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DIY, Budi Wahyuni menyatakan bersyukur dengan disahkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Peraturan tersebut melegalkan tindakan untuk melakukan aborsi bagi korban pemerkosaan.
“Ini terobosan minimal untuk yang selama ini melakukan tindakan aborsi dengan tidak sehat. Tapi bukan berarti aborsi bisa dilakukan siapapun,” kata Budi kepada kabarkota.com melalui sambungan telepon, Jumat (15/8).
Kendati bersyukur, Budi mengaku masih ada kejanggalan perihal peraturan tersebut. Menurutnya, keharusan melaporkan kehamilan selama 40 hari akibat pemerkosaan sebagai salah satu prasyarat dilakukannya aborsi dirasa sulit untuk dilakukan.
“Korban tidak bisa melapor dengan cepat,” kata dia. �Selain itu, menurutnya, selama ini informasi yang diperoleh remaja perihal reproduksi sehat sangat minim. Hal tersebut menyebabkan remajalah yang benyak menjadi korban tindakan aborsi.
Budi menegaskan, dari sebanyak 3000 kasus yang pernah ditangani PKBI sebagai konsultan, baru sebanyak 30 persennya peserta konsultasi dari kalangan remaja.
Di sisi lain, Kepala Kementerian Agama Kantor Wilayah DIY, Maskhul Aji mengatakan, menurut kaca mata Islam aborsi tidak boleh dilakukan. “Haram. Karena itu membunuh janin,” kata Maskhul.
Tindakan aborsi, kata Maskhul, dilakukan apabila ada alasan yang memang bisa diterima. Misalnya, aborsi yang dilakukan apabila sang ibu akan meninggal dunia.
Untuk itu, lanjutnya, perlu kiranya adanya perbaikan beberapa aspek dalam PP tersebut. “Kalau menurut PP, prosesnya terlalu panjang. Perlu ada pengkajian, termasuk sisi teknisnya,” ujarnya. (kim/mon)”