Ilustrasi (dok. pixabay)
JAKARTA (kabarkota.com) – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mendesak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mencabut cap hoaks dalam pemberitaan terkonfirmasi terkait kasus kematian 63 Pasien RSUP Dr. Sarjito di tengah krisis oksigen di Rumah Sakit (RS) tersebut.
Ketua Umum AJI Indonesia, Sasmito Madrim menjelaskan, berdasarkan pasal 18 Undang-undang Pers, orang yang menghambat atau menghalangi jurnalis dalam melakukan kerja jurnalistiknya dapat dikenai sanksi pidana paling lama dua tahun, dan denda maksimal Rp. 500 juta. Sementara tindakan memberi cap hoaks secara serampangan terhadap berita apalagi yang terkonfirmasi merupakan bentuk pelecehan.
“Tindakan tersesebut merupakan bentuk pelecehan yang dapat dikategorikan sebagai kekerasan terhadap jurnalis,” tegas Sasmito dalam siaran pers yang diterima kabarkota.com, Kamis (8/7/2021).
Oleh karena itu, pihaknya mengecam Divisi Humas Polri, dan Polda Bengkulu yang memberikan cap hoaks tersebut. Mengingat, laporan sejumlah media tentang kematian 63 pasien itu telah mencantumkan konfirmasi dari pihak RS DR. Sardjito, Yogyakarta melalui bagian humas.
“Stempel hoaks atau informasi bohong terhadap berita yang terkonfirmasi, merusak kepercayaan masyarakat terhadap jurnalisme profesional yang telah menyusun informasi secara benar, sesuai Kode Etik Jurnalistik,” sesalnya.
Lebih lanjut Sasmito mendesak agar Divisi Humas Polri mencabut cap Hoaks terhadap pemberitaan sejumlah media, dan menyampaikan permintaan maaf secara terbuka. Menurutnya, upaya pelabelan hoaks tersebut juga bisa mengarah kepada pembungkaman pers yang pada akhirnya merugikan hak publik untuk mendapatkan informasi yang benar.
Jika merasa keberatan dengan pemberitaan tersebut, kata Sasmito, maka semestinya kepolisian meminta hak jawab dan hak koreksi, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-undang Pers. Kepolisian juga dapat melapor ke Dewan Pers yang memiliki wewenang dalam penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.
Sebelumnya, Polri memberikan stempel hoaks terhadap berita 63 pasien meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) DR. Sardjito Yogyakarta, akibat kelangkaan oksigen. Tudingan hoaks tersebut ditulis dalam situs tribratanews.bengkulu.polri.go.id dengan judul “Polri Stempel Hoaks Informasi 63 Pasien RSUP dr Sardjito Meninggal dalam Sehari akibat kekurangan oksigen” pada Senin (05/07/2021).
Berita dalam situs tersebut, mengutip pernyataan Kabid Humas Polda Bengkulu, Kombespol Sudarno yang menyatakan bahwa berita itu tidak benar alias hoaks, dan informasi tersebut telah meresahkan masyarakat Indonesia.
Dalam artikel tersebut juga dituliskan, informasi hoaks ini juga telah diposting pada beberapa akun resmi Polri seperti akun instagram Polda_bengkulu. Pada gambar artikel, Polri melabel laporan tersebut dengan stempel hoax.
Cuitan pernyataan Andreas Harsono di akun Twitter, yang mencantumkan laporan yang terbit di Kompas.id berjudul “Kehabisan Oksigen, 63 Pasien di RSUP DR. Sardjito Meninggal dalam Sehari” juga diberikan stempel Hoaks besar berwarna merah, dan tertulis Divisi Humas Polri.
Sementara berdasarkan pantauan AJI Indonesia, berita terkait 63 pasien Covid-19 yang meninggal dunia, akibat habisnya pasokan oksigen di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, telah terbit pada Minggu, 4 Juli 2021. Laporan tersebut dipublikasikan beberapa media nasional, seperti CNN Indonesia.com, Tempo.co, Gatra.com, Suara.com dan Kompas yang mengacu pada pernyataan Kepala Bagian Hukum dan Humas RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, Banu Hermawan. dengan kata lain, pemberitaan tersebut telah memenuhi unsur kaidah jurnalistik sehingga tidak tepat jika disebut berita bohong dan tanpa sumber yang jelas atau hoaks.
“Faktanya saat itu, oksigen sentral RSUP Dr Sardjito benar-benar langka dan pasien disokong dengan bantuan oksigen tabung, kiriman dari Polda DIY. Kondisi kritis tersebut, menyebabkan banyak pasien Covid-19 tidak tertolong,” sambung Sasmito.
Meskipun, lanjut dia, sehari setelah berita ini viral, Direktur Utama RSUP Dr. Sardjito, Rukmono Siswishanto melakukan beberapa klarifikasi bahwa beberapa pasien yang meninggal tidak tertolong akibat masalah klinis, meskipun sudah tersuplai oksigen. (Ed-02)