YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Aktivis anti vandalisme Yogyakarta, Digi Sigit menganggap, gambar simbol partai politik yang ada di sejumlah jalan aspal di kota Yogyakarta merupakan tindakan memprivatisasi secara sepihak ruang publik.
“Saya tidak setuju karena itu berarti tidak memberikan penghormatan terhadap supremasi publik,” ucap Sigit kepada kabarkota.com, Senin (16/6) melalui sambungan telepon.
Menurut Sigit, hal tersebut merupakan bentuk aksi vandalisme yang sengaja dilakukan oleh partai politik yang dilakukan secara tidak adil, dan berbeda dengan art street.
“Mereka tidak boleh menggunakan ruang publik publik yang justru menambah crowded dengan sampah visual,” tandas Sigit lagi. Terlebih sebelumnya, pemerintah kota Yogyakarta juga telah mendeklarasikan anti vandalisme sebagai upaya untuk menghentikan aksi yang meresahkan masyarakat tersebut.
Meski begitu Sigit mengaku masih menunggu tindakan yang akan diambil pemerintah kota Yogyakarta atas konsekuensi pasca deklarasi anti vandalisme (18/5) itu.
“Ini sebagai test case keseriusan pemkot Yogyakarta,” anggapnya.
Ia juga berpendapat bahwa para pelaku vandalisme tidak bisa sepenuhnya disalahkan. Mengingat, aksi semacam itu terjadi juga karena tidak ada manajemen yang baik dari pemkot dalam mengatasi persoalan tersebut, serta tidak adanya sanksi yang jelas.
“Pemkot perlu memahami bahwa aksi vandalisme di rumang publik juga merupakan penghinaan terhadap kearifan lokal yang kita punya,” papar Sigit.
Untuk itu, sambung dia, perlu adanya evaluasi dalam sistem pendidikan selama ini, serta tingkat sosial masyarakat yang bisa memunculkan rasa frustasi sehingga dilampiaskan dengan aksi-aksi vandalisme oleh oknum-oknum tertentu.
Berdasarkan pantauan kabarkota.com, Minggu (15/6) sore, memasuki masa kampanye Pilpres 2014 ini, di sejumlah titik jalan seperti di kawasan Jalan Letjend. Suprapto hingga Jalan Peta Yogyakarta, terdapat simbol-simbol partai politik khususnya Kepala Banteng Moncong Putih dengan ukuran besar, yang dilukiskan di atas aspal jalan.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DIY menganggap, hal tersebut tidak masuk dalam kategori pelanggaran pemilu.
"Meskipun pelanggaran, tapi hal itu bukan pelanggaran Pilpres. Apalagi dalam Pilpres pesertanya Pasangan calon bukan parpol," jelas Najib. (jid/tri)