YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menggelar workshop advokasi kebebasan pers di Yogyakarta selama dua hari, Sabtu-Minggu (26-27/4). Acara bekerja sama dengan D&P Canada ini diikuti 20 jurnalis dari berbagai kota di Indonesia yaitu Semarang, Solo, Purwokerto, Pekanbaru, Lhokseumawe, Mataram, Palu, Ambon, Pontianak, Bojonegoro, Kediri, Malang, dan Yogyakarta.
Pembicara pada workshop ini antara lain Yosep Adi Prasetyo dari Dewan Pers, Eko Maryadi (Ketua AJI Indonesia), dan Syamsudin Nurseha (LBH Pers Yogyakarta). Juga dipaparkan penanganan kasus terbunuhnya Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin dan kekerasan terhadap jurnalis di Pekanbaru.
Menurut Iman D Nugroho, Koordinator Divisi Advokasi AJI Indonesia, acara ini sangat penting bagi jurnalis di seluruh Indonesia. “Kami sampaikan kepada peserta mengenai cara memasukkan data kekerasan wartawan ke sistem baru AJI Indonesia,” jelasnya via telepon, Sabtu(26/4).
Acara ini merupakan bentuk antisipasi kekerasan terhadap para jurnalis. Apalagi, saat ini sering terjadi kekerasan yang menimpa jurnalis Indonesia.
“Seharusnya (workshop) dilakukan secara kontinyu, agar memberikan pengetahuan dan pemahaman terhadap jurnalis jika suatu saat dalam tugasnya memperoleh perlakuan kekerasan,” papar Iman.
Dalam catatan AJI Indonesia, sejak 1996 hingga sekarang, sedikitnya ada delapan kasus pembunuhan dan kematian misterius jurnalis yang belum diusut tuntas oleh polisi. Mereka adalah Udin (Yogyakarta), Naimullah (Kalimantan Barat), Agus Mulyawan (Timor-Timur), Muhammad Jamaluddin (Aceh), Ersa Siregar (Nangroe Aceh Darussalam), Herliyanto (Sidoarjo, Jawa Timur), Adriansyah Matra’is Wibisono (Merauke, Papua), dan Alfred Mirulewan (Maluku).
Khusus tahun 2013, terdapat hampir 40 kasus kekerasan pada jurnalis. Sebagian besar kasus tadi tidak diusut tuntas oleh aparat kepolisian.
Iman berharap, dengan diselenggarakannya workshop tersebut proses advokasi bisa lebih tertata. “Juga ada data base kekerasan wartawan dan penuntasannya,” tandasnya. (her/yan)